Senin, 30 Juni 2008

Que Viva Espana!

Akhirnya, Spanyol juara juga. Cukup 1-0, dengan gol khas Fernando Torres, penyerang tengah milik Liverpool yang memperdaya Jens Lehmann di menit ke-33.

Ini adalah Piala Eropa ketiga bagi anak-anak La Roja (si merah) setelah di rumah mereka pada 1964 mengalahkan Uni Soviet 2-1. Dua puluh tahun kemudian, ambisi merebut gelar kedua pupus oleh kemenangan 2-0 tuan rumah Perancis, yang saat itu tengah moncer-moncernya era Michel Platini cs. Kini, 24 tahun setelah kekalahan itu, Michel Francois Platini yang sama pula, selaku Presiden UEFA, mengalungkan medali kehormatan kepada Iker Casillas dan kawan-kawannya.

Mengenakan kaos Liverpool merah bernomer sembilan milik Torres saya berada di markas AJI Jakarta di bawah Tugu Pancoran, saat nonton bareng partai Final Piala Eropa ke-13 ini digelar. Sejak awal, banyak yang memperkirakan Michael Ballack akan terbawa sial bila tetap ngotot memakai nomer punggung 13. Dan benar, pengatur serangan Jerman milik Chelsea itu mati kutu dipepet Marcos Senna, darah Brazil di Spanyol.

Spanyol sukses tampil menawan. Bukan dengan cara bertahan, sepert cibiran saat Italia merebut juara dunia dua tahun lalu lewat adu penalti. Selain mematahkan mitos tim yang hanya bagus di babak penyisihan, generasi emas Torres, Villa dan kawan-kawan ini menunjukkan Spanyol kini adalah Spanyol menyerang, bukan lagi tim defensif layaknya di masa Emilio Butragueno, Julio Salinas, dan Andoni Zubizarreta.

Que Viva Espana, Jayalah Spanyol.. Selamat buat Spanyol, selamat buat kemenangan sepakbola indah, selamat buat kita semua…

Jumat, 27 Juni 2008

At Last, Final Ideal…

Terus terang, saya menghadapi sebuah perjudian besar saat pertama kali menulis prediksi bahwa Jerman akan bertemu Spanyol di puncak Piala Eropa di portal berita iddaily.co.cc ini sehari menjelang perhelatan akbar itu dimulai.

Namun, saya tidak gentar. Pun, ketika ada prediksi-prediksi lain beterbangan di sela-sela dua pekan pesta bola miniatur Piala Dunia ini: “Jerman lawan Portugal… Spanyol lawan Belanda, Italia lawan Spanyol, Portugal lawan Belanda…” dan lain-lain.

Bagi saya ada setidaknya ada beberapa alasan mendasar mengapa saya memilih Tim Panser berhadapan dengan Para Matador di semifinal. Pertama, jelas, ketika mengusulkan dua tim terbaik berlaga di partai perebutan juara, kita tidak bisa asal menyebut dua tim unggulan. Perhatikan juga plot atau skema kejuaraan itu.

Di Piala Eropa ini sudah jelas, tim-tim dari Grup A dan B bertemu dalam satu lot (kita sebut lot kiri), begitupula tim-tim dalam Grup C dan D di lot berikutnya (kita sebut lot kanan). Jadi, tidak akan mungkin Portugal (Grup A) akan bertemu dengan Jerman (Grup B) di final. Paling banter, mereka akan bertemu di semifinal. Sayangnya, karena ‘kenthir’-nya Jerman sehingga kalah melawan Kroasia di penyisihan Grup B, maka Cristiano Ronaldo sudah harus bertempur melawan Mikhael Ballack di perempatfinal. Kemenangan Ballack cs di perempatfinal itulah yang kemudian menjadi pembuka pintu ke final, setelah mereka sukses menewaskan Turki 3-2 dalam penentuan tim-tim terbaik dari lot kiri.

Begitupula Belanda, yang begitu dahsyat menerkam Italia dan Perancis di Grup C, tidak mungkin di final mereka bertemu dengan Spanyol, yang juga meraih angka sempurna di Grup D. Paling top, skenarionya mereka ketemu di semifinal lot kanan. Sayang, karena Marco van Basten kalah tua dari Guus Hiddink, Belanda menyerah 1-3 dari Rusia di perempatfinal. Maka, jadilah, partai ulangan penyisihan Grup D ketika Spanyol membantai Rusia 4-1 terjadi lagi di semifinal. Hasilnya? You know lah, Spanyol kembali menang dengan margin tiga gol dan melangkah ke final mewakili tim-tim lot kanan.

Sekarang, ketika akhirnya dua tim terbaik dari tiap lot itu bertemu pada Senin dini hari nanti, Jerman vs Spanyol, apakah saya akan keukeuh tetap memegang Spanyol sebagai juara?

Saudara, saya bukan Deddy Corbouzier, yang saat ini juga tengah menggelar pertunjukan serupa, menebak hasil akhir Piala Eropa, di Kemang sana. Saya semata-mata hanya mendukung Spanyol karena ada empat pemain Liverpool di sana. Persoalan ketika seorang kawan, Revolusi Riza dari Trans 7 meledek bahwa rasa Francesc Fabregasnya Arsenal lebih kuat daripada Liverpool di Spanyol, itu masalah lain. Faktanya, Fernando Torres memberikan peranan penting bagi tim Spanyol. Adapun tiga pemain lain memang spesialis cadangan, Xabi Alonso baru dua kali main, sementara kiper Jose Reina dan Alvaro Arbeloa baru sekali main dalam partai hiburan melawan Yunani. Sampai-sampai situs resmi Liverpool pun mengumumkan kegembiraan mereka dengan lolosnya para duta Anfield ini ke final Euro 2008, dengan memasang judul “Joy for Reds Quartet as Spain Triumph. Liverpool will have four representatives in the final of Euro 2008 after Spain produced a magnificent second-half display to overcome Russia in Vienna…”

Faktor lain, berilah sedikit kekuatan alternatif berkuasa. Tidak hanya di dunia politik, tapi juga di pentas sepakbola. Jerman adalah tim paling konsisten di dunia. Layaknya MU di Inggris atau PSM Makassar di Indonesia, yang nyaris selalu masuk tiga besar dalam kejuaraan yang mereka ikuti. Tapi, apakah Anda tidak bosan kalau yang berkuasa itu-itu saja?

Faktor ketiga, tentu soal teknis. LIhat saja, jumlah gol dan agresivitas permainan. Bagaimana tank Jerman masih membutuhkan menit ke-90 untuk mengakhiri perlawanan Turki yang timnya amat compang-camping karena kebanyakan pemain cedera. Sementara di semifinal lain esoknya, Spanyol tetap perkasa, menang 3-0, meski duo bomber David Villa dan Fernando Torres tidak bermain penuh karena alasan berbeda. Spanyol juga sukses meruntuhkan mitos selalu tampil buruk saat main dengan kostum away (kuning) karena kebetulan Rusia menang dalam perebutan siapa yang berhak memakai kaos merah.

Maka, mari begadang di tempat pilihan kita masing-masing pada Senin dini hari, dan, atas nama cinta pada perubahan, saya mendukung tim merah marun itu.

Selasa, 24 Juni 2008

Never Say Give Up!

Jojo Raharjo

Hidup adalah perjuangan. Dan, perjuangan tidak boleh berhenti sampai peluit panjang kehidupan benar-benar ditiupkan. Pelajaran itulah yang bisa kita petik dari perjalanan melelahkan tim-tim yang berjuang keras untuk membalikkan keadaan dari ketertinggalan, serta mereka yang ngotot ingin menohok para pengamat sepakbola yang seenaknya saja menganggap timnya sebagai “anak bawang”.

Turki, contohnya. Pada 2002, Hakan Sukur dan kawan-kawan sukses meraih peringkat ketiga setelah menaklukkan tuan rumah Korea 3-2. Di semifinal, Turki membuat Brazil harus bekerja sangat keras sebelum menyingkirkannya dengan kemenangan tipis.

Namun, di Piala Eropa kali ini, tak banyak yang menyangka Turki mampu lolos dari Grup A, dari hadangan Swiss, Ceko, dan Portugal. Dua nama itulah yang semula diprediksikan melenggang dari grup ini. Namun, Turki menunjukkan semangat pantang menyerah yang tak terduga. Setelah takluk 0-2 dari Portugal di laga awal, dua pertandingan berikutnya mereka mainkan dengan indah. Tuan rumah Swiss, negara yang memupuskan harapan Turki tampil di Piala Dunia 2006 Jerman, menahan malu karena menelan kekalahan pahit 1-2, setelah gol Arda Turan di menit 90 membuyarkan keadaan. Sebelumnya, Swiss sempat unggul lebih dulu 1-0 lewat sontekan Hakan Yakin, pemain Swiss berdarah Turkiye.

Begitupula di partai penentu melawan Ceko, tim dengan jumlah gol dan nilai yang sama. Alih-alih harus perpanjangan waktu dan adu penalti, Turki menang 3-2 dengan drama nyaris serupa. Ketinggakan 0-2 lebih dulu, pada 15 menit terakhir sebuah gol Turan dan dua gol Nihat Kahveci mengantar Turki mendampingi Portugal dari Grup A.

Melawan jawara Grup B Kroasia di perempat final, mimpi buruk kembali dihantarkan anak asuh Fatih Terim ini. Dunia seakan kiamat bagi para pendukung Turki saat semenit menjelang perpanjangan waktu usia, sundulan Klasnic menghantar Kroasia unggul 1-0. Namun, tiba-tiba sebuah umpan jauh dari kiper Turki Rustu Reber berbuah manis. Umpan itu disambut tendangan voli Semih Senturk yang menghujam keras gawang Kroasia. Blam.. ganti kepala pelatih Kroasia Slaven Bilic yang serasa pecah ketika adu penalti pun kemudian berpihak pada Turki. Tiga penendang Turki berhasil menunaikan tugasnya, sementara tiga dari empat eksekutor Kroasia gagal berkarya.

”Gol penyeimbang Turki membuat kanmin drop,” itu alasan Bilic. Sebaliknya, Terim berujar, ia memang meminta anak asuhnya tidak menyerah hingga pertandingan benar-benar usai. Begitulah, mantan pelatih AC Milan itu menyampaikan timnya ke gerbang semifinal menghadapi Jerman, sebuah negara yang menjadi tempat imigrasi favorit bagi rakyat Turki.

Di lain pihak, keberhasilan tim non unggulan macam Rusia mengalahkan Belanda juga menghadirkan warna tersendiri. Gus Hiddink, membuktikan dirinya ”lebih oranye” daripada Marco van Basten, yang masih begitu muda saat Hiddink menjadi pelatih klub juara dunia PSV Eindhoven 20 tahun silam.

So, Jerman ketemu Turki di semifinal, dan Rusia menghadapi Spanyol di partai senifinal satu lagi. Di tengah berantakannya skenario babak penyisihan hingga semifinal yang saya susun dua pekan lalu, saya masih bisa tersenyum seandainya partai final akan mempertemukan Jerman melawan Spanyol, tepat seperti ramalan edan saya yang kemudian berharap Spanyol keluar sebagai jawara.

Ah, tapi bukankah Spanyol lolos ke semifinal saja sudah untung? Bukankah mereka mesti terseok-seok di perempatfinal sebelum menang adu penalti lawan Italia, sementara Rusia begitu memukau menggilas Belanda? Jangan-jangan, Rusia yang maju ke partai puncak melawan Jerman, atau (jangan-jangan lagi) Turki membuat sekuel drama lebih dramatis di semifinal?

Ini demokratis, bung. Silahkan berpendapat apa saja. Yang penting, ambil hikmah Piala Eropa dari kisah hero para ksatria bola itu. Bahwa perjuangan hidup tidak benar-benar kelar, sampai peluit panjang benar-benar terdengar. Karena itulah, Queen pernah bernyanyi, ”We’re the champion, my friend... and we’ll keep on fighting til the end…”

Minggu, 15 Juni 2008

Belanda Memang Edan..

”Ancene Londo edan,” tulis Revolusi Riza, seorang rekan jurnalis televisi asal Surabaya yang kini menetap di ibukota, dalam pesan pendeknya menjelang subuh, jam 03:15, Sabtu akhir pekan lalu.

Pesan pendek itu dikirimnya menyambut pesta-pora Belanda menghancurkan runner-up tim ayam jago Perancis pantas membuat para pendukungnya bergembira-ria (belakangan ada istilah menarik untuk ini, yakni ’europhoria’). Betapa tidak, dalam Grup C yang dibilang sebagai grup neraka, terdapat tiga tim yang disebut unggulan yakni Belanda, Italia, dan Perancis, ditambah kuda hitam Rumania.

Nah, Belanda baru memainkan dua dari tiga pertandingan penyisihan grup, dua-duanya berakhir dengan kemenangan besar, 3-0 melawan Juara Piala Dunia 2006 Italia, dan 4-1 melawan runner-up Piala Dunia 2006 Perancis. Gol-gol Dirk Kuyt, Arjen Robben, Wesley Sneijder, dan Robie van Persie semakin memantapkan langkah tim oranye sebagai yang terbaik dari grup panas ini.

Belanda memang edan. Dua kemenangan beruntun yang ”tidak main-main” ini seperti melampiaskan kekesalan mereka setelah empat tahun lalu gagal berpartisipasi di Portugal. Saat itu, saya ingat betul, menghabiskan malam-malam Piala Eropa dari kantor AJI Surabaya nan sempit di Ketintang.

Menjadi saksi kandasnya Wayne Rooney dkk lewat adu penalti dari Portugal, yang kemudian melengkapi kisah getir Sven Goran Erriksson: tiga kali membawa Inggris keok dari pelatih yang sama: Luiz Felipe Scolari, kalah dari Brazil 1-2 di Piala Dunia Korea-Jepang 1-2, dan dua kali adu penalti lawan Portugal di Piala Eropa Portugal 2004 serta Piala Dunia Jerman 2006.

Ah, lupakanlah Inggris. Saya memang penggemar berat Inggris, karena itu masih ada sedikit rasa kecewa tidak menyaksikan tim tiga singa tampil di Austria dan Swiss. Tapi, itu toh bukan alasan bagi saya untuk tidak ikut terjebak hingar-bingar turnamen sepakbola yang statusnya selevel di bawah Piala Dunia ini.

Karena itulah, mungkin Anda masih ingat, kolom saya pekan lalu memaparkan ramalan saya tentang skema Juara Piala Eropa kali ini. Anda boleh berharap serius dari prediksi saya. Karena setidaknya, hingga tulisan ini saya buat pada Minggu siang 15 Juni, dua tim unggulan dari tiap grup yang saya prediksikan lolos memiliki peluang besar untuk tidak pulang kampung lebih awal.

Bahkan, analisa saya bahwa dua tim tuan rumah dan tim juara bertahan Piala Eropa akan tersingkir di babak awal, nyata-nyata sudah terbukti 90 persen, tinggal menunggu nasib Austria besok malam. Sebenarnya, magis Piala Eropa ini akan semakin jelas, jika saja saya boleh menambah satu ramalan lagi: Juara Dunia 2006, tim negeri pizza Italia akan pulkam lebih dulu juga.

Senin dini hari nanti, salah satu dari Ceko atau Turki akan terpilih menyertai Portugal di Grup A. Sekali lagi, saya menegaskan, saya memilih Ceko.

Grup B, Kroasia sudah pasti lolos. Siapa pendampingnya? Jerman, Polandia, atau Austria? Atas nama kemeriahan sepakbola, saya mendambakan Jerman mengatasi Austria dan maju ke babak delapan besar.

Grup C, sesuai sms Revo tadi, Belanda sudah jadi kampiun di grup neraka. Saya konsisten memilih tim ayam jago Perancis menaklukkan Italia sebagai pendamping. Tidak usahlah sampai adu penalti, untuk membalaskan kegagalan eksekusi menyakitkan David Trezequet yang mengurungkan Perancis gagal menjadi juara dunia di Jerman.

Grup D, Spanyol sudah lolos. Kalau saja, Anda membaca tabloid Bola kemarin, prediksi saya tentang dua wakil tiap grup nyaris sama persis dengan prediksi Pimred Bola Ian Situmorang di halaman 3. Bedanya di Grup D ini. Bang Ian menjagokan Swedia mendampingi Spanyol, sedangkan saya tetap memilih Rusia –tim yang lolos dari grup kualifikasinya Inggris itu- sebagai pemenang dalam partai paling menentukan grup ini: Swedia versus Rusia, pada Kamis, 19 Juni di Innsbruck, Austria.

Kalau Anda percaya serius ramalan saya, silahkan. Tapi, kalau tidak, juga tidak masalah, karena saya jelas-jelas bukan Roy Suryo atau Dedy Corbuzier yang saling berbalas ramal itu. Saya tegaskan saja, saya akhirnya memilih Spanyol sebagai Juara Piala Eropa kali ini, tak lain karena ada empat pemain Liverpool di sana. Sebuah jumlah fantastis, dan bahkan dua tim kelas berat Spanyol, Real Madrid dan Barcelona, pun tak mampu menyumbang pemain timnas sebanyak itu.

Begitupun kalau saya sepakat dengan sms Revo tadi. Saya mendukung Belanda juga karena ada Dirk Kuyt di sana, seorang lagi perwakilan warga kota Liverpool setelah Ryan Babel tiba-tiba cedera sepekan menjelang kejuaraan. Saya gembira, hingga dua pertandingan awal, Kuyt dan Fernando Torres masing-masing sudah menyumbang satu gol dan sedikitnya satu assist langsung bagi Belanda dan Spanyol.

Teruslah bergulir Europass, hadirkan keedanan-keedanan itu, dan mari kita tunggu, benarkah Torres dan Kuyt akan bertemu di semifinal, untuk selanjutnya, salah seorang di antaranya akan mengangkat tinggi-tinggi Piala Henry Delaunay 2008!

Jumat, 06 Juni 2008

Apa Kata Bola (Bukan Pegangan Taruhan)...

Jojo Raharjo

Piala Eropa kembali menyapa. Bagi mereka yang pusing direcokin dengan pemberitaan dan aksi massa menentang naiknya harga BBM, bisa beristirahat sejenak. Bagi mereka yang jengah dengan gelontoran berita anarkisme Aksi Monas dan kontraversi sosok Munarman, inilah saatnya ”OOT – Object Oriented Turning”.

Tentu dari sejak kick off awal berbunyi di St Jakob Park, Swiss, yang menarik adalah menebak siapa tim tertawa terakhir di partai puncak di Stadion Ernst Happel, 30 Juni mendatang. Nah, saya mencoba menawarkan tebak-tebakan jawara Piala Eropa hingga partai puncak. Sekedar terkaan awal, saya memperkirakan duo tuan rumah Euro 2008 ditambah juara bertahan Yunani akan tersungkur di babak pendahuluan.

Dari Grup A yang dihuni Portugal, Swiss, Ceko, dan Turki, saya menjagokan Portugal keluar sebagai juara didampingi Ceko.

Dari Grup B berisi Austria, Kroasia, Jerman, dan Polandia, saya memfavoritkan Jerman dan Kroasia lolos ke babak kedua.

Di Grup ”Neraka” C milik Italia, Belanda, Perancis, dan Rumania kemungkinan Belanda akan lolos didampingi Perancis.

Di Grup D ada Yunani, Spanyol, Rusia, Swedia, saya meramal Spanyol akan bergandengan dengan wakilnya Rusia.

Alhasil, di perempatfinal akan saling bertemu Portugal melawan Kroasia, Jerman bertemu Ceko, Belanda berhadapan dengan Rusia, dan Spanyol versus Perancis. So, di semifinal Portugal bersua Jerman, dan Spanyol melawan Belanda.

Akhirnya, Spanyol akan tampil bersama Jerman di partai final. Jerman, tim yang paling konsisten di Eropa akan bertemu Spanyol tim yang dikenal sebagai ”macan kertas”. Mimpi saya, Luis Aragones, Carlos Puyol, dan Fernando Torres akan mengangkat piala Henry Delauney dan mengakhiri predikat tim yang selalu gagal di putaran final.

Anda setuju tim Negeri Matador akan sukses jadi juara? Setuju, boleh, tidak juga tidak masalah... Namanya juga bola itu bundar, jadi biarkanlah semua bergulir apa kata bola. Sekedar refreshing, sebelum awal Juli kita memasuki masa kampanye pemilu terpanjang di negeri ini: sembilan bulan lewat sepekan, layaknya seorang ibu sedang mengandung!

Senin, 02 Juni 2008

Lupakanlah Problema, Selamat Datang Piala Eropa…

Bagi Anda yang suka mengotak-atik teori dan praktek ilmu komunikasi politik, hal ikhwal pengalihan isu yang menjadi agenda setting media massa bukanlah hal aneh. Untuk menutupi sebuah pemberitaan yang dinilai kurang menguntungkan penguasa, maka kemudian penguasa mencoba menggulirkan isu lain yang lebih besar, sehingga mendadak menjadi sorotan media dan menenggelamkan isu lama itu. Teori ini benar, meski kadang terlalu berlebihan, untuk mengaitkan satu peristiwa yang kemudian ditumpuki peristiwa besar lainnya.

Sama berlebihannya ketika dalam sebuah aksi solidaritas di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya untuk mengenang meninggalnya aktivis HAM Munir, Oktober 2004 lalu, seorang kawan berujar sinis mengenai meledaknya kantor Kedutaan Besar Australia di Kuningan, Jakarta Selatan, yang terjadi hanya dua hari setelah Munir ditemukan meninggal di atas pesawat Garuda jurusan Jakarta-Belanda. ”Wah, jangan-jangan bom Kuningan ini untuk mengalihkan perhatian kita dari misteri meninggalnya Cak Munir,” katanya.

Bolehlah Anda menganggap guyonan itu berlebihan. Tapi, tumpuk-menumpuk isu memang bukan hal susah, terutama bagi mereka yang memang menguasai ilmu, dan mempunyai kekuasaan secara riil, bagaimana mengontrol media. Di tengah berita naiknya harga bahan pokok muncullah isu NAMRU, di tengah kenaikan harga BBM berita bergeser ke wacana iklan politik, bantuan kompensasi mahasiswa dan penyerangan polisi ke kampus, belum kelar soal penyerangan polisi ke kampus muncullah aksi anarkis FPI di acara deklarasi ”Menegakkan Indonesia” di Monas, belum tuntas berita penyerangan FPI di Monas, bersiap hadirlah Piala Eropa... Hehe...

Piala Eropa akan menyita perhatian kita antara 7 hingga 30 Juni mendatang. Swiss dan Austria menjadi co-host menjamu 14 kontestan lainnya. Ibarat masakan, hidangan lezat para penggila bola ini sedikit kurang garam tanpa absennya Inggris, negara yang tak hanya mengklaim diri sebagai asal muasal sepakbola, tapi juga memiliki kisah heroik dalam urusan penggalangan massa. Kapten Liverpool Steven Gerrard nyata-nyata mengaku, absen di Piala Eropa tahun ini menyebabkan sakit hati (heartache) mendalam curriculum vitae persepakbolaan.

Seorang sahabat membisikkan alasan humanis di balik kekalahan 2-3 Inggris atas Kroasia di Wembley, sekaligus menamatkan mimpi pasukan Steve McClaren menembus Euro 2008. Saat itu, di tengah hujan deras yang menaungi perjuangan keras Beckham dan kawan-kawan membongkar pertahanan Kroasia, sang pelatih justru enak-enakan duduk di bangku ofisial dengan payung melindungi kepalanya. Ketika kesebelasan Inggris memasuki adegan menegangkan, berkali-kali kamera televisi menangkap McClaren menenggak botol minuman, tanpa sekalipun pantatnya beranjak dari kursi. Ini berbeda dengan tipikal pelatih lain, yang kerap berdiri, lalu berteriak dan hilir-mudik di pinggir lapangan kala timnya mengalami tekanan.

Akhir dari kisah malasnya mantan pelatih The Boro itu sudah kita ketahui: Inggris menanggung malu di kandang, gagal lolos ke Euro, dan McClaren dipecat. Belakangan berhembus kabar, ia mencoba mencari peruntungan lain melatih di negeri kincir angin, jauh dari tanah leluhur yang dikenal sebagai bangsa pekerja keras di lapagan bola. Ya iyalah, dengan fenomena malas bergerak di tengah hujan deras membasahi para pejuangnya seperti itu, klub Inggris mana mau menampungnya?

Tapi, tanpa Inggris, bukan berarti Euro 2008 tidak akan berlangsung. Mari sama-sama kita nikmati perhelatan yang tahun ini digelar untuk yang ke-13 kalinya sejak 1960 pertama kalinya berlangsung di Perancis dan dijuarai Uni Soviet itu.

Satu hal patut Anda catat, sepakbola selalu menghadirkan mujizat, yang tentu saja, tidak mudah ditebak. Namanya juga keajaiban. Masih ingatkah Anda saat 1992 Denmark menjadi juara dengan mengalahkan Jerman 2-0 di final di Swedia? Padahal saat itu tim Dinamit Denmark tampil mendadak dengan menggantikan Yugoslavia yang sebulan sebelum turnamen mendapat skorsing dari FIFA akibat krisis politik di negara itu.

Euro 1996 diawali dengan kampanye ”Football Coming Home” seiring keinginan Inggris menjadi juara di kampung sendiri, tepat 30 tahun setelah mereka menjadi kampiun dunia di Piala Dunia 1966, yang juga berpuncak di Wembley. Endingnya, Alan Shearer dan kawan-kawan menelan pil pahit adu penalti di semifinal, dan gol ajaib pemain pengganti Oliver Bierhoff dalam partai yang pertama kali diberlakukannya sistem sudden deat atau gol emas di perpanjangan waktu.

Euro 2000 yang digelar bersama Belanda dan Belgia sukses membuat Perancis menyandingkan Piala Eropa dengan Piala Dunia yang direbutnya dua tahun sebelumnya di Paris. Inilah masa di mana generasi emas Perancis di bawah kepemimpinan Zinedine Zidane kembali menancapkan kukunya.

Mujizat terbesar tentu, jika Anda belum menderita penyakit lupa ingatan, keberhasilan Yunani menjadi juara empat tahun lalu dengan menyingkirkan tuan rumah Portugal 1-0 di final. Negara liliput dalam jagad bola itu sukses membawa pulang Trophy Henri Delaunay, diabadikan dari nama sekjen pertama UEFA, sebagai oleh-oleh penyelenggaraan Olimpiade di Athena sebulan kemudian.

Jadi, hikmah dan mujizat apa yang akan kita petik dari Euro tahun ini? Spanyol menjadi juara untuk kedua kalinya? Jerman sukses untuk keempat kalinya? Akan muncul negara baru sebagai pencatat sejarah? Atau, jangan-jangan hanya sebagai katarsis dan pengalihan isu dari berbagai kejadiaan menyesakkan di kampung kita? Dan Anda pun ikut-ikutan bersenandung, ”Lupakanlah problema, anggap saja tiada, jangan biarkan terbawa resah di dada, sambutlah Piala Eropa di depan mata...”