Sabtu, 21 November 2009

Berharap Pada Pak Kumis

Jojo Raharjo

Saat saya menulis artikel ini, tepat satu bulan satu hari kita memiliki Menteri Olahraga yang baru. Andi Alfian Mallarangeng, mantan jurubicara dan orang di lingkaran ring satu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mendapat reward atas pengabdiannya selama lima tahun terakhir. Anto, begitu panggilan lelaki berpenampilan charming dan dandy itu, menggantikan Adhyaksa Dault, yang sudah mengorbankan kursi sebagai anggota dewan terpilih dari Sulawesi Tengah demi menuntaskan masa jabatan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid pertama.

Anto terlahir di Makassar, 14 Maret 46 tahun lalu sebagai anak walikota Pare Pare termuda. Ayahnya, Andi Mallarangeng menjabat walikota pada usia 32 tahun dan meninggal dunia pada usia 36 tahun, ketika Andi yunior berusia 9 tahun. Sejak itu, ibunya, Andi Asni Patoppoi dan kakeknya, Andi Patoppoi, mantan Bupati Grobogan, Jawa Tengah dan juga Bupati Bone, Sulawesi Selatan yang membesarkannya.

Kakeknya ini adalah salah seorang tokoh pemuda Sulawesi Selatan yang berhasil membujuk raja-raja di Sulawesi Selatan untuk mendukung dan menyerahkan kedaulatannya kepada Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Dari ayah dan kakeknya, ia belajar tentang semangat keindonesiaan yang mengatasi semangat kedaerahan, dari mereka pula ia belajar tentang nilai-nilai kedaerahan yang memperkaya nilai-nilai keindonesiaan. Dan dari ibunya belajar tentang hidup sebagai suatu perjuangan.

Andi Alifian Mallarangeng meraih gelar Doctor of Philisophy di bidang ilmu politik dari Northern Illinois University (NIU) Dekalb, Illinois, Amerika Serikat pada tahun 1997. Di universitas yang sama, ia meraih gelar Master of Science di bidang sosiologi. Sedangkan gelar Drs Sosiologi diraihnya dari Fisipol Universitas Gajah Mada, Yogyakarta pada tahun 1986.

Apa yang telah Anda rasakan pada sebulan pertama kepemimpinan pria berkumis ini? Ia sudah meresmikan lebih dari tiga ratus atlet dan ofisial yang akan berusaha memperjuangkan –istilah Anto- ”mengibarkan bendera merah putih sebanyak-banyaknya” di Laos? Sesuai target SBY, Andi berkali-kali mengulang bahwa kontingen Indonesia harus meraih posisi tiga besar di Sea Games bulan depan itu.

Di olahraga paling digandrungi di negeri ini, Anto, tak kunjung merestui pencalonan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Ia selalu beralasan, “Bentuk dulu tim nasional yang tangguh.” Posisi ini berbeda dengan pendahulunya, Adhyaksa Dault, yang hadir pada launching Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 di Pacific Place, 9 Februari 2009 lalu. “Ini bukan hanya mimpi. Karena orang yang paling miskin adalah mereka yang tidak lagi mampu bermimpi,” kata Adhyaksa saat itu.


Mungkin, sikap Anto ada benarnya. Pekan lalu, timnas senior kembali gagal meraih kemenangan perdana di Prakualifikasi Piala Asia. Dalam partai yang ditonton 35 ribu pendukung Tim Garuda, Boaz Salossa dan kawan kawan berbagi angka satu dengan Kuwait. Dalam partai itu, sebuah billboard resmi terpasang di sisi timur lapangan, bertuliskan situs resmi pencalonan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia, www.wcindonesia2022.com. Sebuah iklan website yang hingga kini sama sekali tak bisa dibuka.

Andi Alfian Mallarangeng, suami Vitri Cahyaningsih dan ayah tiga orang anak bernama Gemilang Mallarangeng, Gemintang Kejora Mallarangeng dan Mentari Bunga Rantiga Mallarangeng yang pernah meraih Man of the Year Majalah MATRA (2002), Future Leader of Asia, Majalah Asia Week (1999), Bintang Jasa Utama RI (1999), dan Percy Buchman Prize (1995) itu tetap optimis menjalani masa jabatannya yang kurang empat tahun sebelas bulan.

Dan, sampai sejauh ini, kita belum menemukan alasan untuk tidak menemukan alasan untuk tidak mendukungnya. Bukan hanya karena panggilan akrabnya, Anto, sama dengan pemilik situs berita ini, Iman Dwianto Nugroho.

Pancoran, 21 November, 2009.

Senin, 24 Agustus 2009

Setia dalam Suka Duka

Jojo Raharjo

Harus diakui, Liga Premier Inggris merupakan kompetisi sepakbola dunia yang saat ini paling diminati, termasuk oleh para pencandu bola di Indonesia. Mungkin fenomenalnya hanya bisa ditandingi oleh La Liga, kompetisi bertabur bintang di Spanyol yang sayangnya hingga saat ini belum ada kepastian akses siaran langsung televisinya di Indonesia.

Sejak Liga Premier 2009/2010 belum bergulir pada 15 Agustus lalu, saya telah berkali-kali menghubungi bagian pelayanan dua televisi kabel yang rumornya akan menyiarkan Liga Inggris, yakni sang incumbent Aora TV dan Yes TV, pemain baru televisi berbayar yang merupakan anak perusahaan Telkomvision. Hingga detik-detik akhir peluit awal Liga Premier ditiup Sabtu jam sembilan malam, tak ada kepastian dari kedua televisi mengambil hak siar Liga Inggris, kecuali TV One yang menayangkan partai gratisan, tentu dengan kualitas tim dan jadwal pertandingan sangat terbatas, yakni maksimal hanya dua kali seminggu. Bandingkan dengan televisi berbayar yang bisa menayangkan sampai enam hingga tujuh pertandingan live sepekannya.

Baru setelah sehari bergulir, didapat kepastian bahwa Indovision tiba-tiba menyalip di tikungan. Sebagai pemain lama televisi berbayar, teve kabel di grup MNC ini rupanya piawai dalam soal negosiasi paket olahraga bergengsi itu, di samping soal kesiapaan dana ratusan milyar rupiah tentunya. Maklum, konon untuk membeli paket Liga Inggris selama setahun dari All Asia Sports Network –pemegang hak siar Liga Inggris di Asia Tenggara selama tiga tahun belakangan- butuh duit sekitar Rp 150 miliar!

Setelah melalui berbagai negosiasi rumahtangga, sejak Selasa lalu kediaman saya di kawasan Ciledug akhirnya ikut memasang penggorengan Indovision di tembok pembatas rumah, yang mau tidak mau harus saya pilih sebagai bagian dari keluarga penikmat Liga Inggris secara eksklusif. Memang harus menambah lebih dari dua ratus ribu rupiah pada neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga kami, tapi setidaknya ada beberapa pertimbangan mengapa saya merasa perlu memasang Indovision demi mengikuti Liga Premier dari rumah.

Pertama, saya merasa Liga Premier, bisa memberi semangat hidup, di tengah kesibukan, kepenatan kerja dan kemacetan Jakarta. Semangat itu datang terutama mengikuti kiprah tim kesayangan saya, Liverpool, bermain dari pekan ke pekan. Memang saya berharap Liverpool bisa melepaskan dahaga gelar juara, sejak titel terakhir direbut pada 1990, tapi yang terlebih penting adalah “mengikuti prosesnya dari pekan ke pekan”. Menang, seri atau kalah, yang penting adalah mengikuti perjalanannya secara langsung.

Kedua, dengan adanya teve kabel di rumah, saya bisa sedikit menghemat biaya, daripada misalnya menonton pertandingan itu di luar rumah. Selama ini, Big-Reds –wadah resmi pendukung Liverpool di Indonesia di mana saya turut menjadi member- biasa menghabiskan malam nonton bareng di sebuah kafe di kawasan Senayan, baik saat pertandingan dihelat malam ataupun dini hari.

Termasuk pada Selasa (25/8) dini hari tadi. Jam dua pagi, saya menonton langsung dari layar kaca perjuangan Liverpool dalam game ketiga di Liga Premier musim ini, Berteman kacang garing dan capucino seduh, saya menikmati detik-detik Liverpool menjamu Aston Villa di Anfield. Akhirnya memang The Reds tumbang 1-3 di kandang sendiri, namun saya tetap puas karena bisa menyaksikannya live, tidak sekadar mengetahui hasil dari internet, cuplikan pertandingan di teve lokal, atau berita di koran.

Lalu, bagaimana perasaan saya atas kekalahan kedua dalam tiga pertandingan pertama Liverpool musim ini? Saudara, saya menggolongkan diri saya sebagai “supporter”, not just a fans. Seorang “pendukung” seharusnya tetap mencintai favoritnya meski tim kesayangannya kalah dan tidak lalu berbalik atau memaki sebagaimana layaknya seorang “penggemar”. Seorang pendukung setia dalam suka dan duka, sebagaimana perasaan kita pada anggota keluarga yang sedang kurang bernasib baik. Sementara itu, seorang penggemar hanya berada di sisi saat idolanya member hasil baik, karena memang tak ada ikatan “keluarga” antara dirinya dengan pujaannya.

Subuh ini, saya memang agak kecewa atas kekalahan Liverpool, tapi bagaimanapun, perjalanan kompetisi masih panjang dan Liga Inggris masih akan menjadi penyemangat kehidupan saya sampai kompetisi itu berakhir Mei tahun depan, dan berlanjut lagi Agustus 2010, berhenti lagi Mei 2011, bersambung lagi Agustus, dan seterusnya.

You’ll Never Walk Alone…

Minggu, 19 Juli 2009

Bom dan Gagalnya MU Bertandang ke Indonesia

Jojo Raharjo

Sangat jarang menyaksikan seorang Susilo Bambang Yudhoyono marah besar pada Jum’at siang (17/7) lalu. Sebagai seorang presiden, Yudhoyono pantas ngamuk besar atas terjadinya peristiwa bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton pagi harinya. Bom yang merusak nama besar Indonesia dan pemeritahannya, meledak di tengah-tengah proses penghitungan suara pilpres, dan hanya sehari menjelang kedatangan tim sepakbola elit Manchester United datang ke Jakarta. Impian menyaksikan juara Liga Inggris tiga kali berturut-turut itu pun musnah. Bahkan, MU memutuskan dua kali tampil di Malaysia, yang sampai sekarang diyakini sebagai negara asal biang teroris Noordin M. Top.

Dalam pernyataannya yang sempat tertunda tiga jam itu, Yudhoyono sampai bersumpah akan mengusut kasus ini sampai pelakunya tertangkap hidup atau mati. “Dengan aksi-aksi teror yang keji dan tidak bertanggungjawab ini, apa yang telah kita bangun hampir lima tahun terakhir ini oleh kerja keras dan tetesan keringat seluruh rakyat Indonesia, lagi-lagi harus mengalami goncangan dan kemunduran. Lagi-lagi dampak buruknya harus dipikul oleh seluruh rakyat Indonesia, minus mereka-mereka yang melakukan tindakan yang tidak bertanggungjawab itu. Oleh karena itu kebenaran dan keadilan serta tegaknya hukum harus diwujudkan,” ujarnya.
.
“Saya bersumpah, demi rakyat Indonesia yang sangat saya cintai, negara dan pemerintah akan melaksanakan tindakan yang tegas, tepat, dan benar terhadap pelaku pemboman ini, berikut otak dan penggeraknya, ataupun kejahatan-kejahatan lain yang mungkin atau dapat terjadi di negeri kita sekarang ini,” Presiden menegaskan. Kepada Polri, TNI, BIN, termasuk kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota, Presiden Yudhoyono meminta untuk terus meningkatkan kewaspadaan, terus berusaha keras mencegah aksi-aksi teror.

Presiden meminta jajaran penegak hukum mencari, menangkap, dan mengadili para pelaku, para penggerak, dan otak di belakang kekerasan ini. “Barangkali ada diantara kita, yang diwaktu yang lalu melakukan kejahatan, membunuh, menghilangkan orang barangkali dan para pelaku itu masih lolos dari jeratan hukum, kali ini negara tidak boleh membiarkan mereka menjadi drakula dan penyebar maut di negeri kita,” katanya.

Di awal sambutannya, Yudhoyono menyinggung peristiwa ledakan yang terjadi di saat proses pemilu belum selesai. Kejadian yang sangat merusak keamanan dan kedamaian di negeri ini juga terjadi ketika rakyat sungguh menginginkan suasana yang tetap aman, tenang, dan damai. Dan justru rakyat ingin agar selesainya pemilihan umum 2009 ini, kita semua segera bersatu membangun kembali negara kita untuk kepentingan rakyat Indonesia,” Yudhoyono menjelaskan.

“Terus terang juga, aksi pengeboman ini terjadi ketika rakyat merasa prihatin atas kegaduhan politik di tingkat elite, disertai --sebagaimana yang saya ikuti tiap hari-- ucapan-ucapan yang bernada menghasut dan terus memelihara suhu yang panas dan penuh dengan permusuhan. Itu sesungguhnya bukan menjadi harapan rakyat setelah mereka semua melaksanakan kewajiban demokrasinya beberapa saat yang lalu,” kecam Yudhoyono.

“Saya harus mengatakan untuk pertama kalinya kepada rakyat Indonesia, bahwa dalam rangkaian Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden serta Wakil Presiden tahun 2009 ini, memang ada sejumlah intelijen yang dapat dikumpulkan oleh pihak yang berwenang. Sekali lagi ini memang tidak pernah kita buka kepada umum, kepada publik, meskipun terus kita pantau dan ikuti. Intelegen yang saya maksud adalah adanya kegiatan kelompok teroris yang berlatih menembak dengan foto saya, foto SBY dijadikan sasaran. Dijadikan sasaran tembak,” lanjutnya.

Presiden kemudian menunjukkan beberapa lembar foto yang menggambarkan seseorang berpakaian hitam-hitam dengan penutup kepala sedang berlatih menembak. Sasaran yang digunakan penembak adalah foto Yudhoyono. Ada tanda hitam di wajah Yudhoyono, sebagai tanda sasaran tembak.

Presiden mendapatkan laporan intelijen ini beberapa saat yang lalu. Ada rencana dari kelompok teroris untuk melakukan kekerasan dan tindakan melawan hukum berkaitan dengan hasil Pemilu. Ada pula rencana untuk pendudukan paksa KPU, pada saat nanti hasil pemungutan suara diumumkan. "Ada pernyataan, akan ada revolusi jika SBY menang. Ini intelijen, bukan rumor, bukan isu, bukan gosip. Ada pernyataan, kita bikin Indonesia seperti Iran. Dan yang terakhir ada pernyataan, bagaimanapun juga SBY tidak boleh dan tidak bisa dilantik. Saudara bisa menafsirkan apa arti ancaman seperti itu. Dan puluhan intelijen lagi yang sekarang berada di pihak yang berwenang,” SBY menjelaskan.

Pernyataan yang mengaitkan bom dengan Pemilu, langsung menuai protes berbagai pihak. Jusuf Kalla, Megawati, Prabowo sampai Fuad Bawazier menuding Yudhoyono ngawur. Prabowo minta bertemu untuk mengklarifikasi pernyataan itu, tapi Yudhoyono belum merespons permohonan ini.

Jadi, mana yang benar? Teror untuk menggagalkan kedatangan MU demi merosotnya citra Indonesia di mata dunia? Buah perampokan uang Rp 15 miliar di Bank BNI beberapa waktu lalu? Atau benar kata dugaan untuk menjadikan Indonesia seperti Iran?

Mari kita tunggu sumpah presiden untuk menangkap drakula itu. Sehingga, pidato panjang itu bukan sebuah pencitraan belaka…

Selasa, 30 Juni 2009

Welcome Back Green Force,..

Jojo Raharjo

Sangat dramatis, karena hingga tiga menit tersisa di waktu normal arek-arek Green Force tertinggal 0-1 akibat eksekusi penalti Leonardo Martin Zada di menit ke-31 setelah Bobby Satria hands ball. Di saat wasit Yandri dari Jakarta hanya menyisakan tak lebih dari lima menit pertandingan, perjuangan tak kenal lelah Persebaya membuahkan hasil. Juga lewat penalti, Jairon Feliciano menyamakan angka setelah bek PSMS Fadli Hariri didakwa hands ball.

Setelah dalam 2 x 15 menit perpanjangan waktu skor 1-1 tak berubah, tos-tosan menjadi adu penalti. Kedua penendang pertama, Zada dari PSMS dan Roger Batoum dari Persebaya gagal. Giliran berikutnya, empat penendang sisa masuk semua, sehingga dalam adu penalti kedudukan imbang 4-4.

Penendang tambahan Bobby Satria dan Aun Carbiny berhasil menunaikan tugas untuk Persebaya dan PSMS sebagai algojo keenam sehingga skor menjadi 5-5. Namun, sejurus kemudian, petaka menimpa Octovianus Maniani. Putera Papua berseragam PSMS Medan yang kerap dianggap sebagai pemain masa depan Indonesia ini justru membuat detak jantung pendukung PSMS seperti terhenti saat eksekusinya dimentahkan kiper Persebaya Endra Prasetyo. Di sisi lain, eksekutor ketujuh Green Force, Anderson da Silva menghujamkan bola ke gawang Galih Sudayono dan menyudahi pertarungan melelahkan hingga jam sepuluh malam itu. Persebaya menang, Persebaya kembali ke Liga Super.

Tak sia-sia Ketua Umum Persebaya Saleh Mukadar memboyong Aji Santoso untuk menukangi Bajul Ijo dalam satu pertandingan ini, di sela-sela tugas Aji usai menangani Persik Kediri dan jelang membesut Persisam Samarinda di musim depan.

Tak sia-sia pula Saleh mengajak Mohamad Barmen, sesepuh Persebaya asal Kampung Arab yang terkenal jago memotivasi pemain itu. Barmen turut ke Bandung dan menjadi pembakar bajul-bajul muda yang berjuang kembali ke habitat aslinya di kasta tertinggi sepakbola Indonesia .

Tak sia-sia satu nyawa supporter Persebaya melayang di kawasan Caruban, Madiun, dalam perjalanan menumpang KA Pasundan menuju Bandung . Rakhmad A Filmi, bonek asal Wonosari, Surabaya dikabarkan meninggal setelah terlindas KA saat bertolak ke Bandung . Filmi yang masih berusia 17 tahun itu meninggal di perlintasan KA desa Kali Gunting, Saradan, Madiun.

Tak sia-sia doa Indah Kurnia, manajer Persebaya yang tak hadir di Bandung karena ibunya meninggal dunia dan posisinya langsung digantikan Ketua Umum Saleh Mukadar.

Usai keberhasilan Persebaya memastika kembali ke Liga Super, Kukuh Setyo Wibowo, wartawan olahraga Tempo di Surabaya berkirim pesan pendek, “Ya minimal bisa meramaikan persaingan musim depan…”

Ah, ya iya, masak cuma sekedar meramaikan persaingan? Tak ingatkah saat 2005 Persebaya di bawah asuhan Jacksen Tiago langsung juara setelah musim berikutnya naik pangkat dari Divisi I?

Selamat Persebaya, selamat kembali ke rumah asalmu. Selamat sepakbola Indonesia , kompetisi kembali greng dengan bangkitnya bonekmana ke pentas tertinggi, Liga Super 2009/2010 yang rencananya diputar lagi Oktober nanti…

Minggu, 26 April 2009

Sepakbola Tanpa Fair Play?

Jojo Raharjo

Sebuah spanduk pembakar semangat terpampang di sisi gawang selatan saat Arema Malang menjamu Persija Jakarta dalam lanjutan Liga Super Indonesia di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang , 26 April petang. Spanduk itu bukan berisi motivasi khusus dari Aremania kepada tim “Singo Edan”. Tapi, hanya sebaris kalimat yang amat lazim dalam sepakbola, “Fair Play, Please!”

Bukan tanpa alasan Aremania memasang peringatan itu. Empat hari sebelumnya, Arema gagal memetik poin penuh di Bontang dan ditahan PKT 1-1 lewat cara yang menyakitkan. Unggul 1-0 hingga sepuluh menit jelang usai pertandingan, Arek-arek Malang mesti menelan kekecewaan di menit ke-82.

Bola fair play yang seharusnya diberikan pemain PKT kepada Arema justru menjadi gol penyeimbang kedudukan. Awalnya, kiper Arema, Kurnia Mega terganggu penglihatannya akibat pasir lapangan yang menutup matanya. Wasit Yandri yang memimpin jalannya pertandingan memberi isyarat meminta ia membuang bola. Oleh Mega bola dilempar ke arah area bangku pemain PKT (sebelah kiri gawangnya). Bola jatuh persis di depan bangku cadangan PKT.

Di saat Mega masih membersihkan matanya, striker PKT Iswanto langsung melemparkan bola ke Titus Bonai. Seharusnya oleh Titus bola itu dibuang lagi atau diberikan kepada pemain Arema. Tetapi oleh Bonai, bola itu langsung dioper ke Zebba, dan oleh Zebba langsung menjebol gawang Mega. Padahal saat itu Mega masih belum siap. Protes dilayangkan, tapi gol dan skor 1-1 tak berubah.

Tak disangka, Minggu malam kemarin, Arema membalaskan sakit hatinya. Bola fair play yang harusnya diberikan kepada Persija justru dilesakkan striker Arema Boustone Brown ke jala Hendro Kartiko. 2-1 untuk Arema dalam partai yang berlangsung antara 11 pemain Arema dan 10 pemain Persija paska kartu merah bek tim Macan Kemayoran asal Kemayoran, Pierre Djanka.

Baik pemain maupun ofisial Persija protes, tapi wasit tak bisa menganulir gol, karena fair play memang tidak tercantum dalam aturan sepakbola secara tertulis, kecuali sebagai kode etik tahu sama tahu saja. Stasiun ANTV yang menayangkan langsung pertandingan Arema lawan Persija menyorot jelas kekecewaan dan teriakan pelatih Persija, Danurwindo yang berseru “Fair Play!!!” Beruntung, Persija tak jadi kalah karena di menit akhir, Fabio Lopez menyamakan kedudukan 2-2 yang bertahan hingga pertandingan kelar.

Di manakah fair play dalam sepakbola Indonesia ? Apakah ini imbas iklim sepakbola menghalalkan segala cara yang dilakukan Ketua Umum PSSI Nurdin Halid yang memaksakan bertahan di tahtanya meski pernah menjadi kriminal dan menyalahi aturan FIFA? Statuta FIFA pun diubahnya demi langgengnya kekuasaan hingga 2011. Jadi, di mana fair play PSSI, di mana fair play sepakbola Indonesia ?

Sabtu, 14 Maret 2009

Aku Tertekan, Maka Aku Menang…

Jojo Raharjo

Liverpool selalu tampil menggila jika berada dalam tekanan dan diremehkan banyak orang.

Saat undian perdelapanfinal Liga Champions Eropa mempertemukan Liverpool dengan Real Madrid, banyak orang mencibir kekuatan “Si Merah”. Bahkan, tiga hari menjelang laga pertama di Madrid, pelatih Madrid, Juande Ramos, yang baru saja membawa timnya menang 6-1 di La Liga sesumbar akan melibas Liverpool 5-1.

Hasil akhirnya? Semua sudah tahu. Liverpool lolos ke babak perempatfinal, menang agregate 5-0 (0-1 di Madrid, dan 4-0 di Anfield). Gendheng tenan…

Pun demikian saat menjelang bertandang ke Old Trafford, Sabtu, 14 Maret. Hari yang ditunggu-tunggu Fernando Torres untuk membuktikan adu tajamnya dengan Christiano Ronaldo. Sekaligus, ini ultimate day buat Liverpool , menang atau peluang merebut gelar juara kian jauh.

Sabtu pagi, saya mencermati dua kepala berita halaman olahraga dua koran nasional. Harian Kompas menyatakan, meski baru saja menang besar lawan Madrid lewat penampilan impresif –dan sebaliknya MU menang lewat penampilan biasa-biasa saja melawan Inter Milan- namun dalam pertemuan keduanya, MU tetap lebih diunggulkan dibandingkan tamunya Liverpool.

Mungkin itu karena MU main di kandang. Mungkin juga karena mendasarkan atas trend Liverpool yang selalu seri atau kalah setelah menang dalam laga besar baik di Liga Premier atau Liga Champions. Seolah para pengamat itu lupa, Liverpool mencatatkan sejarah menang 2-1 dalam pertemuan pertama Liga Premier 2008/2009 di Anfield. Kemenangan pertama mereka selama empat tahun. Pun Liverpool juga sudah sukses mencatat double winning atas Chelsea .

Tampil tanpa diunggulkan, main dalam tekanan media (termasuk tekanan media Indonesia , sebuah negara yang berjarak ribuan kilometer dari ranah Inggris) tidak membuat para pemain Liverpool kecut hati. Punggawa Sungai Mersey ini menang telak 4-1 di kandang lawan! Lewat gol Torres, Gerrard, Aurelio, dan Dosseno, pendukung setan merah menundukkan kepala.

Pesan moral dalam kisah ini: kalau Anda ingin sukses, buatlah diri Anda menjadi tertekan, dan jangan merasa jumawa sebelum semuanya berakhir.

You’ll Never Walk Alone…

Selasa, 10 Februari 2009

Mimpi 2022: Ini Bukan Dagelan

Saya seperti tidak berada di Indonesia saat kemarin tersesat di Hotel Ritz- Charlton, Pacific Place, Jakarta. Piranti lift, interior ruangan, sampai suasana toilet benar-benar mengesankan suasana high-class five stars hotel.

Apalagi di dalam Ballroom 3, sedang berlangsung sebuah acara meriah. Deklarasi Pencalonan Indonesia sebagai Tuan Rumah Piala Dunia 2022 dengan mengusung label “Green World Cup”, yakni perpaduan antara penyelenggaraan pesta sepakbola dunia dengan pelestarian lingkungan hidup.

Para pembicaranya tampil berapi-api. Kata sang pucuk pimpinan PSSI, ambisi maju sebagai penyelenggara Piala Dunia 2022 sejalan dengan tekad Indonesia 2020, yakni pada 2020 tim nasional Indonesia harus tampil di Pentas Dunia. “Iukan ide liar, Bukan sebuah dagelan, juga bukan sebuah mimpi di siang bolong. Bangsa yang besar harus berani melahirkan ide-ide yang besar dan juga karya-karya besar. Kita adalah bangsa yang besar, bangsa bola,” teriak Nurdin Halid, di tengah microphone yang beberapa kali ngadat.

Pesohor berikutnya, Menteri Olahraga mengamini mimpi itu. “Orang yang paling miskin di dunia ini adalah orang yang tidak sanggup lagi bermimpi. Mexico dan Brazil yang kondisi ekonominya tidak jauh dari kita sudah dua kali menjadi penyelenggara Piala Dunia. Indonesia pasti bisa lebih baik,” sumbar Adhyaksa Dault.

Tiga belas stadion bersiap menjadi venues siapa tahu angan-angan itu menjadi kenyataan. Tiga stadion existing: Senayan, Jakabaring Palembang dan Palaran Samarinda; empat stadion dalam perencanaan: Gedebage Bandung, BMW Jakarta Utara, Bogor, dan Riau; serta enam stadion dalam usulan antara lain di Surabaya, Makassar, Tangerang, Yogyakarta, Medan, dan Gianyar. Yang unik tentu stadion baru di Kota Pahlawan kelak. Kalau ibukota punya Gelora Bung Karno, konon di Surabaya telah disiapkan sebuah nama: Gelora Bung Tomo.

Pengamat komunikasi Effendi Ghazali buru-buru mengingatkan, kampanye pencalonan Indonesia menuju Piala Dunia 2022 bukanlah sebuah perjuangan yang amat panjang. “Ini adalah sebuah perang komunikasi yang teramat pendek. Dimulai dari deklarasi pencalonan 9 Februari ini sampai pengumuman oleh FIFA pada 10 Desember 2010,” tegas pemilik tayangan Republik Mimpi itu.

Namun, segala mimpi itu mendadak sirna saat mikrophone hotel kembali mati. Saya seperti terbangun dan sesaat kemudian, tatkala menyeberangi jembatan busway Polda Metro, tiba-tiba kembali merasa berada di Indonesia. Seorang ibu menggendong bayi yang menikmati nyenyaknya sambil terus menghisap botol susu, berselonjor di persimpangan halte.

Ah, mungkin saja bayi itu tengah bermimpi topik yang sama: suatu hari saat ia beranjak remaja, tiga belas tahun ke depan… tahun 2022…

Kamis, 29 Januari 2009

Kelemahan Kita Hanya Satu

Kelemahan Kita Hanya Satu

Sudah tiga pertarungan di kandang, Garuda belum juga mampu menetaskan telornya. Dalam tiga laga terakhir di Senayan, tim nasional Indonesia gagal menceploskan sebiji gol pun ke gawang lawan. Setelah kalah 0-2 dari Singapura dan dilibas 0-1 Thailand di Piala AFF, hasil mandul gol berlanjut dalam penyisihan Grup B Piala Asia kala ditahan tim kanguru Australia 0-0.

Australia memang tim dengan nama besar yang menembus dua Piala Dunia terakhir. Namun, tim yang datang ke Jakarta ini bukanlah kanguru yang sebenarnya. Tak ada nama pemain-pemain yang selama ini merumput di Liga Eropa macam Mark Schwerzer, Harry Kewell, Lucas Neil, Tim Cahill dan Mark Bresciano.

Mereka yang bertandang ke Jakarta “hanya” pemain A-League –liga domestik Australia yang mengaku, “Kami belum pernah bermain satu sama lain. Selama ini kami hanya sering bertanding satu sama lain.” Aussie lebih memilih berkonsentrasi melanjutkan kampanye menuju Piala Dunia 2010, dengan pertandingan terdekat di Jepang, 10 Februari mendatang.

Sebagai “bukti ketidakseriusan mereka”, Australia datang ke Indonesia dengan gelombang pemain dalam empat kelompok terbang. Alasannya, sebagian di antara mereka masih main di A-League hingga akhir pekan kemarin, Sementara Indonesia ? Kompetisi Liga Super telah diliburkan sejak November, untuk mendukung Pelatnas tiga bulan menghadapi Piala AFF dan kualifikasi Piala AFC ini.

Tapi, jangan lupa. Di antara sedikit pemain senior The Soceroos yang ikut ke Indonesia, ada nama Archie Thompson. Pemain klub Melbourne Victory ini merupakan pemegang rekor dunia untuk pencetak gol terbanyak dalam satu pertandingan. Dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2002 saat Aussie mencukur Samoa 31 gol tanpa balas, 11 April 2001 di Coffs Harbour, Thompson memborong 13 gol.

Benny Dolo tetap bersyukur meski timnya kembali gagal mencetak gol pasca melakukan beberapa eksperimen; menarik Boas Salossa, dan memasukkan Elie Aiboy maupun Bambang Pamungkas. Padahal, ketika sepakbola diperkenalkan oleh kaum Yunani Kuno dan Romawi pada 388 hingga 311 Sebelum Masehi, tujuannya adalah untuk memberi tontonan berupa gol. Tak salah saat kompetisi profesional Liga Jepang alias J-League mulai digelar pada awal 1990-an, pertandingan itu diharuskan menghasilkan gol dan mesti ada yang menang. Jika penonton masih disuguhi hasil seri hingga menit 90 usai, maka harus digelar adu penalti.

Jadi, sebagai bangsa yang mudah berpuas diri, hasil seri sudah dianggap sebagai prestasi. Kesimpulan pertandingan melawan tim besar Australia digarisbawahi Om Benny dalam sesi jumpa pers, “Tim kita sudah bermain bagus, Kelemahan kita hanya satu: tidak bisa mencetak gol.”

Jumat, 16 Januari 2009

Menunggu Setan Mampir Jakarta

By Jojo Raharjo

Di sela semakin kencangnya persaingan dua tim merah merebut tahta Liga Premier Inggris, berhembus kabar Manchester United akan mengunjungi Indonesia dan bermain di Stadion Utama Gelora Bung Karno, 24 Juli mendatang.

Spontan, banyak respon terlontar atas rencana ini. Seorang rekan yang menjadi pendukung berat klub itu jauh-jauh hari kirim pesan pendek dari sebuah pelosok kampung di Jawa Tengah, minta dipesankan selembar tiket.

Namun, aneka respon unik justru datang dari karib-karib saya, sesama pendukung Liverpool, yang selama ini dikenal sebagai seteru abadi Munyuk United –begitu kami lebih suka menyebut nama klub berlogo setan merah menggenggam garpu raksasa itu:

“Memalukan, itu.”

“Ah, paling karena tidak bisa juara, lalu mereka pengen menang besar lawan Persija..”

Di mailing list Big-Reds, organisasi resmi pencinta Liverpool di Indonesia, komentar-komentarnya amat kreatif:

“Kalau kita juara ada kepikiran bikin spanduk yang bener-bener gede.. Itu lho Quotenya Bill Shankly 'If You are First then you are first, if you are
second, then you are nothing' dan ada gambar Shankly.. Karena ini pastinya diliput ama media-media Inggris sono, yg kemungkinan spanduk
itu bakal jadi spanduk of the match hehehe..”

“Gue ada ide cemerlang nihh. Gimana kalo kita tetap ke GBK,
Kita kesana...nyanyi - nyanyi semuaaaa Liverpool Song yang terkenal
ituuu.. kalo bisa kita ngumpul di tribun paling atas semuaaa........biar suaranya menggema...murah lagi kan ? pas mereka datang msk lapangan.....kita langsung nyanyi : manchester is full of sh*t.....”

“Wahh, kalo saya .maaf dehh, daripada liat mereka itu di GBK... mending uangnya saya kasikan ke pengamen jalanan. Mudah2an Anfield Gank akan kesini, kapan-kapan! Hehee.... Kalau ngga, saya yang akan ke sanaa!!!

“Kita harus juara dulu lalu apapun yg nanti Big Reds lakukan saat munyuk dateng, hasilnya dijamin INDAH.....kita bisa nyanyi2 di GBK, pawai sepanjang jalan lewatin rute yg di lewati mereka,atau selebrasi di depan mu cape....atau apalah.....imagine that!! would be a greatest day of our life…”

Sejak lama memang persaingan dua tim ini menjadi melegenda di kancah Liga Inggris. Ya, kesebelasannya, ya supporternya. Di tingkat tim, transfer pemain antar kedua kubu menjadi hal yang diharamkan. Jangankan transfer, pemain saling tukar kaos usai pertandingan aja menjadi hal yang langsung dibenci para pendukung fanatiknya.

Di tingkat pendukung (baca: die hard supporter) lebih lagi. Ada teman yang pernah tidak masuk kuliah sepekan gara-gara malu usai timnya kalah oleh rivalnya itu. Sebuah aib besar.

Dan, persaingan itu menjadi nyata saat kali ini Liverpool begitu digdaya. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang hanya berebut posisi empat untuk mengamankan tiket ke Liga Champions, kini Liverpool bersiap menorehkan sejarah baru menjadi juara Liga Inggris ke-19. Saingan beratnya, ya Munyuk United tadi. Persaingan kian seru karena dibumbui rekor sejarah kedua tim. Liverpool sudah 18 kali juara, sedangkan MU mengantongi 17 gelar.

Pekan lalu, saya menjadi tampak begitu loyo di hari Minggu siang. Isteri saya pun memberi teguran keras karena sepanjang hari libur saya banyak menguap. Saya jawab, “Lha kan semalam liat bola…” Meski tidak berlangganan teve kabel lagi, saya menyaksikan perjuangan Fernando Torres dan kawan-kawan menambah poin demi poin lewat tayangan internet streaming. Kebetulan pekan lalu pertandingan digelar pada dini hari.

“Alah… emang Liverpool itu tuhanmu?” balasnya menampik dalih ngantuk saya itu.

Dalam batin, saya menjawab, tentu Liverpool bukan Tuhan saya. Tapi saya yakin, Tuhan pun tak rela kalau setan kembali menjadi juara Liga Inggris tahun ini. Sama seperti bunyi status Yahoo Messenger saya beberapa hari terakhir, menyitir lirik lagu Dewi Lestari: “Malaikat Juga Tahu Siapa Juara BPL Musim Ini.”

Iya, malaikat juga tahu siapa yang jadi juara… dan mereka juga tak rela kalau setan itu lagi yang jadi juara.

You’ll Never Walk Alone..