Kamis, 30 Desember 2010

Mencintai Garuda dengan sederhana

Jojo Raharjo | Photo by Reuter via Yahoo| Apakah Anda termasuk orang yang mencintai seseorang atau sesuatu hanya pada saat berada dalam kondisi menyenangkan saja?

Lalu, apa yang terjadi ketika sayur yang dimasak isteri Anda ternyata kurang asin, ketika nilai raport anak Anda lebih banyak merahnya, ketika klub kegemaran Anda terperosok dalam prestasi buruk, ketika selebritas idola Anda masuk penjara, atau saat organisasi Anda terjerat konflik menyesakkan.

Kalau memang Anda hanya mencintai figur-figur itu dalam kondisi positif, tak ubahnya Anda layak disejajarkan dengan orang-orang yang pada sebulan terakhir disebut sebagai “Mendadak Timnas”.

Mereka yang tak tahu sejarah sepakbola Indonesia tapi tiba-tiba memasang poster Irfan Bachdim di kamar. Mereka yang memuja-muja Cristian Gonzales tanpa pernah berpikir dia adalah pemain bola nan sama sekali tak sempurna. Mereka yang menganggap Markus Haris seolah dialah ‘portiere’ terbaik di negeri ini sepuluh tahun terakhir…

Di Final Piala AFF 2010, harapan itu terlalu berat dibebankan di pundak mereka. Sebesar dan sekencang teriakan belasan supporter yang menyeruduk masuk busway di Halte Karet tadi, saat jarum jam menunjukkan waktu 30 menit menjelang pertandingan dimulai.

“Pak Sopir, cepat, nanti tiketku hangus.Harganya mahal, lho…” “Hooy, cepat, aku nanti duduk di samping SBY…”, “Kalau nggak ada aku, SBY nggak masuk..” “Ayo, yang Indonesia masuk, yang Malaysia turun saja…”

GBK MEMBARA


Sebenarnya asa itu tak pernah salah. Belum pernah kulihat sekeliling stadion ini begitu berlimpah manusia. Layar lebar ditancapkan di penjuru gelanggang olahraga berbentuk “tungku raksasa” yang dibangun Sukarno 48 tahun lalu itu.

Ada penjaja kaos, jagung rebus, siomay dan anak muda berpasang-pasangan dengan tempelan merah putih di dua belah pipi. Inilah pesta rakyat sebenarnya.

Semua memang haus prestasi, haus pahlawan. Dan, ke-14 anak muda yang malam ini bersimbah peluh bukannya tak mau jadi pahlawan. Kapten kesebelasan Firman Utina tentu tak pernah sengaja menendang penalti begitu lemah.

Kiper Markus tak pernah menyangka kembali dipecundangi Mohd Safee Sali. Bek Maman tak pernah menduga, keisengannya menyentuh piala pada permulaan laga di Bukit Jalil berbuah sial, menjadi penyebab dua gol ke gawang timnya.

Sekali di kandang lawan, dan sekali di depan 95 ribu pasang mata yang menyemut di Senayan. Menang 2-1 di rumah tak ada artinya setelah keok 0-3 di negeri tetangga. Dua gol Nasuha dan Ridwan bolehlah jadi penghibur, bahwa setidaknya kita menang dua kali atas Malaysia dalam satu turnamen. Meski akhirnya tak jadi juara.

Tak ada yang disalahkan. Mereka sudah berbuat sekerasnya. Tapi bola yang mahakuasa telah memilih mana tim terbaik. Mereka kalah oleh tim yang mementingkan pembinaan di atas segalanya. Sebuah liga yang tak membolehkan pemain asing mencari nafkah di sana.

TANPA NATURALISASI

Sementara di sini, baik di liga yang sudah ada maupun baru berputar bulan depan, satu tim boleh punya lima pemain impor. Profesionalisme bisa jadi alasan, tapi tentu tak usah menutup mata ada mata pencaharian agen, pengurus, dan mata rantai lain yang tertutup kalau keran ekspatriat itu dihentikan. Mungkin prinsipnya, kalau ada yang benar-benar menguntungkan, bolehlah sekalian diberi hadiah paspor.

“Inilah buah dari keputusan Persatuan Bola Sepak Malaysia, tidak adanya pemain asing membolehkan pemain muda kami lebih berkembang,” kata Krishnasamy Rajagopal dalam jumpa pers usai partai pamungkas.

Pria kelahiran Selangor 54 tahun silam ini tak sedang menggombal, tapi medali emas Sea Games Laos tahun lalu, dan kini Juara Piala AFF membuktikan sistem pembinaan itu.

Malam ini Garuda menang tapi kalah. Tapi, tak selayaknya kita hanya mencintainya ketika mereka berjaya. Kalau tak mau disebut sebagai golongan supporter ‘mendadak timnas’ maka katakanlah kepada lambang Garuda itu.


“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu,"

Rabu, 03 November 2010

Football Evangelist: Maksimalkan Maximu…

Jojo Raharjo

Mengawali catatan football evangelist hari ini, saya tak bisa mengelak untuk mengabarkan euphoria kemenangan Liverpool di Reebok Stadium, kandang Bolton Wanderers, Ahad malam kemarin.

Kemenangan itu menjadi catatan penting karena mengembalikan kepercayaan diri Liverpool yang sempat terperosok ke posisi dua dari dasar klasemen.

Kredit besar patut ditujukan kepada Maxi Rodriguez sang penceplos gol tunggal ke gawang Jussi Jaaskelainen di menit ke-86, saat pemain, pelatih, dan penonton pasrah menerima hasil imbang di laga pekan kesepuluh Liga Primer 2010/2011.

"Lovely ball from Lucas, brilliant backheel from Torres, good goal by Maxi…” teriakan komentator ESPN itu serasa memecahkan kebuntuan tengah malam. Sebuah kemenangan berarti, karena menjadi pemecah telur sebagai kemenangan tandang pertama Liverpool di Liga Inggris sepanjang 2010, dan yang pertama dalam 32 pertandingan Roy Hodgson, termasuk saat pelatih gaek masih membesut Fulham.

Maximiliano Rubén "Maxi" Rodríguez, kelahiran 2 Januari 1981, datang sebagai pemain Liverpool pada 13 Januari tahun ini. Tanpa ada biaya pembelian alias free transfer dari Atletico Madrid, klub Liga Spanyol yang dikapteninya semenjak Atleti ditinggal maskotnya yang terlebih dulu bergabung ke Anfield, Fernando Torres. Maxi pun menandatangani kontrak 3,5 tahun, dan mendapat nomer punggung 17, dengan tugas menyediakan pasokan bola sedap bagi kawannya selama dua musim di Vicente Calderon itu.

Lahir di Rosario, kota terbesar di provinsi Santa Fe, Argentina, Maxi punya nama panggilan ‘La Fiera’ atau “The Fierce”, kira-kira artinya binatang liar yang ganas. Empat tahun silam, di Piala Dunia 2006 Jerman, Maxi mencetak gol spektakuler yang meloloskan Argentina dari babak enam belas besar, menyudahi perlawanan Mexico 2-1 lewat babak perpanjangan waktu.

Saat itu menit ke-98, menerima umpan dari Juan Pablo Sorin, Maxi mengontrol bola dengan dada, sebelum kaki kirinya menghujamkan tendangan voli keras dari luar kotak penalti… wuuusss… bola bersarang di pojok atas gawang Oswaldo Sanchez.

Meski tak secemerlang Piala Dunia 2006 yang melesakkan 3 gol, Maxi selalu tampil dalam 5 kali pertandingan di putaran final Piala Dunia 2010, sebelum anak-anak didik Diego Maradona itu dipulangkan Jerman lewat kekalahan 0-4 di perempatfinal.

Di usia hampir kepala tiga, pria yang juga memiliki kewarganegaraan Italia ini membuktikan dirinya belum habis. Terus menyerang seperti layaknya buasnya hewan di alas, Maxi Rodriguez meninggalkan pesan berarti bagi kehidupan. Kalau bisa menang, mengapa seri? Selama peluit akhir belum ditiup, kenapa tidak mencoba bikin gol?

Jawabannya memang tergantung konsistensi kita dalam kehidupan yang kadang tampak ganas ini. Konsistensi untuk terus tidak menyerah. Konsistensi untuk bernafsu membuat hasil positif. Jadi, sudah “maxi”-kah kita memaksimalkan kemampuan kita?

*Teks foto: Maxi Rodriquez, saat direkrut pelatih Liverpool saat itu, Rafael Benitez
*Tulisan di juga dipublikasikan di http://jojoraharjourney.wordpress.com

Selasa, 22 Juni 2010

Uruguay dan Perancis mewakili Grup A, Argentina dan Nigeria dari Grup B?

Jojo Raharjo

Selasa malam dan Rabu dinihari, kita bakal disuguhi empat pertandingan fase Grup Piala Dunia, masing-masing dua laga Grup A : Prancis vs Afrika Selatan dan Uruguay vs Mexico (21.00 WIB). Serta Yunani vs Argentina dan Nigeria vs Korsel (01.30 WIB Rabu dinihari). Sebagai penentuan dua tim yang lolos dari tiap grup, maka dua laga terakhir harus digelar bersamaan.

Di Grup A, empat tim masih berpeluang lolos, meski dua tim kini memiliki nilai 4 (Uruguay dan Mexico) sementara Perancis dan Afsel baru punya sebiji poin. Tapi, konstelasi itu bisa berubah kalau Perancis atau Afsel tiba-tiba bangkit dari deretan tragedi buruk yang mencekam mereka di dua pertandingan awal.

Perancis memang dipertanyakan banyak pihak, karena penampilannya begitu korat-karit terutama saat dihajar Mexico 0-2, terlepas satu gol Mexico berbau offside dan satu lagi berupa penalti. Kondisi psikis Mexico kian buruk setelah Nicolas Anelka dipulangkan karena bertengkar dengan pelatih Raymond Domenech.

Bentrok antara Patrice Evra dan pelatih fisik Robert Duverne, mundurnya direktur tim merangkap direktur manajer Federasi Sepakbola Perancis Jean-Louis Valentin serta mogok latihan para pemain yang berbuah teguran Presiden Nicolas Sarcozy.

Di sisi lain, Afsel sebagai tuan rumah tak mau malu sebagai tuan rumah pertama yang gagal lolos ke babak 16 besar Piala Dunia. Tapi, kalau lawannya Perancis, sepertinya berat bagi tim Bafana-Bafana meneruskan sejarah indah para penyelenggara pesta itu.

Afsel bisa jadi membuat benua hitam tercoreng, tidak demikian dengan Nigeria. Asal bisa menghajar Korsel, maka posisi Elang Super yang kini berada di posisi buncit akan terkatrol menjadi runner-up dan bersiap menghadapi Uruguay sebagai pemuncak di Grup A.

Minggu, 20 Juni 2010

Dunga menangkan duel pelatih beda generasi?

Jojo Raharjo

Sepanjang Minggu petang sampai Senin dinihari, kita bakal disuguhi tiga pertandingan fase Grup Piala Dunia, masing-masing dua laga Grup F yakni Slowakia vs Paraguay (18.30 WIB) dan Italia vs Selandia Baru (21.00 WIB) serta satu laga Grup G yakni Brasil vs Pantai Gading (01.30 WIB Senin dinihari). Untuk “match of day” kita bicarakan saja partai ketiga, juara dunia lima kali Brasil yang berjuluk Canarinho (Little Canary), melawan tim Les Éléphants, julukan negeri pengekspor pemain bola di Afrika Barat itu.

Ini adalah partai kedua bagi kedua tim. Di laga perdana, Brasil sukses menghabisi perlawanan sengit Korea Utara 2-1, meski gol baru datang di paruh akhir babak kedua. Itupun pemecah kebuntuannya seorang pemain belakang, Maicon yang dijuluki titisan Roberto Carlos. Adapun Pantai Gading, di partai perdana puas meraih angka 1 lewat hasil kacamata melawan Brasilnya Eropa yakni Portugal.

Duel antara Brasil melawan Kelapa Gading, ee.. maaf.. Pantai Gading menjadi seru karena melibatkan gengsi antar dua pelatih berbeda generasi. Ini adalah Piala Dunia ketiga bagi Sven Goran Eriksson, pelatih Pantai Gading yang pada 2002 dan 2006 berada di bangku ofisial Inggris. Dalam dua ajang di Korsel-Jepang dan Jerman itu, Eriksson membawa David Beckham dkk sampai babak 8 besar alias perempatfinal.

Lain Eriksson lain Carlos Dunga. Inilah Piala Dunia pertama mantan kapten Brasil itu berdiri sebagai pelatih. Sebagai pemanasan, tahun lalu di negara yang sama, Dunga membawa Brasil juara Piala Konfederasi –piala dunia mini dengan peserta juara dari tiap benua.

Selama ini beredar kutukan bahwa tim mana yang sukses menjuarai Piala Konfederasi –yang dianggap sebagai pemanasan tuan rumah menggelar Piala Dunia, selalu gagal menjuarai Piala Dunia sebenarnya. Apakah mitos itu berlaku bagi Dunga, yang pada 1994 memimpin teman-temannya mengangkat Piala Dunia setelah di final menaklukkan Italia lewat adu penalti di Rose Bowl Stadium, California.

Malam nanti, apakah Carlos Dunga, 46 tahun, benar-benar kembali menunjukkan karismanya mengatasi pelatih lawan, Eriksson yang berusia 12 tahun lebih tua darinya?

Untuk tiga matches ini, saya menebak Slowakia unggul tipis atas Paraguay, Italia menang lebih dari satu gol dari Selandia Baru, dan Brazil menang meyakinkan lawan Pantai Gading.

Seandainya Australia juga menang…

Jojo Raharjo

Sepanjang Sabtu petang sampai Minggu dinihari, kita bakal disuguhi tiga pertandingan fase Grup Piala Dunia, masing-masing dua laga Grup E Belanda vs Jepang (18.30 WIB) dan Kamerun vs Denmark (01.30 WIB minggu dinihari). Serta satu game Grup D Australia vs Ghana (21.00 WIB). Bagaimana bila di Grup D tim Socceroos melawan jagoan Afrika, The Black Stars.

Seru sekali mengamati klasemen sementara Grup D. Tiga tim yang bermain sama-sama punya nilai 3. Masing-masing Jerman (sekali menang vs Aussie dan keok dari Serbia), Ghana (sekali menang vs Serbia) dan Serbia (sekali menang vs Jerman tapi kandas dari Ghana. Adapun Aussie belum dapat nilai usai dihajar Jerman 0-4 di partai perdana.

Malam nanti, tentu klasemen akan lebih seru seandainya Tim Cahill dkk mampu menang atas Ghana. Bayangkan, dalam dua pertandingan, tiga tim sama-sama meraih tiga angka. Ah, betapa serunya grup neraka ini menjelang laga terakhir pertengahan pekan depan. Karena itu, demi serunya klasemen, mari dukung tim asuhan Pim Verbeek menghajar Stephen Apphiah dan kawan-kawan. Bukan tugas mudah? Tentu saja? Tapi bukan berarti mustahil, kan?

Untuk tiga match hari ini, saya menebak Belanda menang meyakinkan atas Jepang, Aussie menang tipis vs Ghana, dan Kamerun kalah tipis dari Denmark.

Jojo Raharjo, reporter Espira di Jakarta
Foto : tim Aussie tidak bisa tidak, menang atau pulang/ foto by Google reuse

Pesta Pertama Espana

Jojo Raharjo

Sepanjang Rabu petang sampai Kamis dinihari, kita bakal disuguhi tiga pertandingan fase Grup Piala Dunia, masing-masing dua laga Grup H yakni Honduras vs Chile (18.30 WIB) dan Spanyol vs Swiss (21.00 WIB) serta satu laga Grup A yakni Afrika Selatan vs Uruguay (01.30 WIB Rabu dinihari). Untuk “match of day” kita bicarakan saja partai kedua: kandidat juara Spanyol melawan tim “Scweizer Nati”.

Spanyol alias Espana datang ke Afrika dengan kepercayaan dan harapan tinggi para penggemar bola. Status juara Eropa yang mereka sandang membuat Spanyol menyeruak menjadi unggulan baru menandingi Brasil, Jerman, dan Argentina yang selalu menempati pot tertinggi sebagai unggulan kuat peraih juara pada setiap Piala Dunia.

Bisa dimaklumi, tim “La Furia Roja” alias “Amukan Merah” –ingat kan istilah ini, karena para banteng selalu mengamuk setiap Matador Spanyol memegang kain merah- saat ini sedang berada pada masa-masa keemasan. Siapa yang meraguka Iker Casillas di belakang gawang, Carles Puyol dan Sergio Ramos di belakang, Xabi Alonso, Ces Fabregas, Andres Inesta dan Xavi Hernandes di tengah serta Fernando Torres dan David Villa di depan? Pantas saja kalau Spanyol mendadak menjadi raksasa baru sepakbola dunia.

Tapi, jalan juara masih jauh. Untuk amannya, Spanyol harus menjuarai Grup H, mengatasi Swiss, Honduras, dan Cile. Jika mereka terpeleset menjadi runner-up, bisa-bisa para pemain cemerlang besutan Vicente del Bosque ini sudah harus bertemu Brasil di babak kedua. Ini karena besar kemungkinan Brasil, yang semalam mengalahkan Korut 2-1 menjadi juara Grup G.

Untuk tiga match ini, saya menebak Cile unggul tipis atas Honduras, Spanyol menang meyakinkan lawan Swiss dan Afsel keok tipis dari Uruguay.

Jadi, ayo segera lakukan pesta pertama, Espana..

Jojo Raharjo, reporter Espira di Jakarta.
Keterangan fotoL Tim Spanyol, sukses berpesta perdana malam ini? (google labeled for reuse)

Selasa, 15 Juni 2010

Match of the day : Brazil hadapi truk gandeng di muka gawang Korut

Jojo Raharjo

Sepanjang Selasa petang sampai Rabu dinihari, kita bakal disuguhi tiga pertandingan fase Grup Piala Dunia, masing-masing satu laga Grup F yakni Selandia Baru vs Slowakia (18.30 WIB) dan dua partai Grup G masing-masing Pantai Gading vs Portugal (21.00 WIB) serta Brazil vs Koera Utara (01.30 WIB Rabu dinihari). Yang menarik, duel antara juara Piala Dunia lima kali melawan tim misterius dari Asia.


Seperti setiap penyelenggaraan Piala Dunia, Brazil selalu menjadi unggulan sebagai kandidat perebut gelar juara. Sampai sekarang tim Samba tercatat sebagai negara yang tak pernah absen sejak Piala Dunia dihelat di Uruguay 80 tahun silam. Brazil juga sukses mencatat rekor sebagai negara terbanyak yang menjuarai Piala Dunia, di tiga benua berbeda.

Tambahan lagi, mereka selalu melahirkan bintang baru setiap Piala Dunia. Mulai era Pele (1958-1970), Zico (1982-1990), Romario (1994), Ronaldo (1998-2006), Rivaldo (2002), Ronaldinho (2006) dan kini Ricardo Kaka.

Tapi, Republik Rakyat Demokratik Korea Utara bukannya tanpa pengalaman. Keikutsertaan pertama Korut pada Piala Dunia 1966 di Inggris diwarnai aksi membungkam Italia 1-0. Kali ini, skuad asuhan Kim Jong Hun datang dengan kekuatan sukar diprediksi. Mereka juga dikhawatirkan tampil dengan strategi ultra defensif alias menumpuk truk gandeng di depan kiper mereka.

Mampukah Louis Fabiano, Robinho, Elano dan Filipe Melo menembus truk gandeng itu dan memberondong serangkaian gol? Tentu dengan komando sang jenderal Ricardo Izecson dos Santos Leite alias Kaka yang akan menjadi sorotan mata parapenggila bola dunia, khususnya 192 juta rakyat Brazil yang selalu menganggap kemenangan tim nasional adalah obat bagi setiap kesulitan ekonomi mereka sehari-hari.

Untuk tiga match ini, saya menebak Slowakia unggul lebih dari 1 gol atas Selandia Baru, Pantai Gading kalah tipis dari Portugal, dan Brazil menang meyakinkan lawan Korea Utara..

Jojo Raharjo, reporter Espira di Jakarta.

Senin, 14 Juni 2010

Match of the day : Ujian ringan juara bertahan?

Jojo Raharjo

Sepanjang Senin petang sampai Selasa dinihari, kita bakal disuguhi tiga pertandingan fase Grup Piala Dunia, masing-masing dua laga Grup E yakni Belanda vs Denmark (18.30 WIB) dan Jepang vs Kamerun (21.00 WIB) serta satu game Group F mempertemukan Italia vs Paraguay (01.30 WIB Senin dinihari). Untuk “match of day” kita bicarakan saja partai ketiga yang menampilkan sang juara bertahan.

Inilah ujian perdana bagi pasukan Azzuri, juara empat tahun lalu yang kembali dibesut Marcelo Lippi. Pelatih berusia 62 tahun itu kembali diharapkan menerapkan pengalaman dan tuahnya saat membawa Italia juara di Piala Dunia Jerman 2006, setelah pada Piala Eropa 2008 Lippi sempat digusur yuniornya: Roberto Donadoni.

Turnamen kali ini menjadi kesempatan terakhir pelatih Lippi menunjukkan pengabdian kepada bangsa dan negaranya karena sepulang dari Afsel posisi pelatih Italia bakal ditempati Cesare Prandelli.

Lawan perdana Italia berasal dari wakil Amerika Latin. Menjadi pertanyaan kita bersama apakah Roque Santa Cruz dan kawan-kawan memuaskan harapan 6,3 juta rakyat Paraguay setelah pada Piala Dunia empat tahun silam langsung tersingkir di babak fase group.

Mampukah Italia lolos dari ujian perdana dengan kepala tegak dan mengikuti jejak tim unggulan lain seperti Jerman dan Argentina yang sukses mengantongi tiga poin pada laga awalnya? Mari menonton bersama pada dini hari nanti. Untuk tiga match ini, saya menebak Belanda ditahan imbang Denmark, Kamerun menang meyakinkan atas Jepang, dan Italia unggul tipis atas Paraguay.

*Jojo Raharjo, reporter Espira di Jakarta

Minggu, 13 Juni 2010

Match of the day : Australia mencari kompensasi…

Jojo Raharjo

Sepanjang Minggu petang sampai Senin dinihari, kita bakal disuguhi tiga pertandingan fase Grup Piala Dunia, masing-masing satu laga Grup C yakni Aljazair vs Slovenia (18.30 WIB) dan dua game Grup D Serbia vs Ghana (21.00 WIB) dan Jerman vs Australia (01.30 WIB Senin dinihari). Untuk “match of day” kita bicarakan saja partai ketiga: duel tim panser melawan “The Soceroos”.


Bagi lebih dari 20 juta penduduk Australia, Piala Dunia 2006 di Jerman merupakan mimpi buruk. Perjuangan keras Harry Kewell dan kawan-kawan yang tampil apik sejak pra kualifikasi dan penyisihan Grup F harus terhenti di perdelapanfinal akibat permainan licik Italia, yang kemudian menjadi juara dunia.

Tim asuhan Guus Hiddink sukses menemani Brasil lolos dari Grup F setelah membekap Jepang 3-1, keok 0-2 dari Brazil dan imbang 2-2 melawan Kroasia.

Nah, di detik-detik terakhir melawan Italia di babak 16 besar, saat skor masih 0-0, pemain Italia Fabio Grosso terjatuh setelah “bersentuhan” dengan Lucas Neill. Wasit menjatuhkan penalti dan eksekusi Fransesco Totti di menit 95 mengakhiri perjalanan Australia di Piala Dunia kedua yang mereka ikuti setelah sebelumnya pada 1974.

Kekecewaan empat tahun silam hendak dibayar Australia kali ini. Sayangnya, belum apa-apa sudah harus bertemu juara dunia tiga kali Jerman. Mampukah tim yang kembali diasuh meneer Belanda, kali ini diarsiteki Pim Verbeek, berbuat lebih baik dibandingkan empat tahun lalu? Semua ditentukan pada laga perdana. Bagaimanapun, langkah emas tahun lalu ditentukan dari kemenangan atas Jepang di pertandingan awal.

Begitu pula kali ini, apapun hasil melawan Jerman, akan sangat mempengaruhi nafas mereka selanjutnya. Untuk tiga match ini, saya menebak Aljazair kalah tipis dari Slovenia, Serbia bermain sama kuat dengan Ghana, dan Jerman menang tipis atas Australia.

*Jojo Raharjo, reporter Espira di Jakarta.

Jumat, 11 Juni 2010

Match of the day : Rooney adalah kunci...

Jojo Raharjo

Sepanjang Sabtu petang sampai Minggu dinihari, kita bakal disuguhi tiga pertandingan fase Grup Piala Dunia, masing-masing dua laga Grup B yakni Korsel vs Yunani (18.30 WIB) dan Argentina vs Nigeria (21.00 WIB) serta satu partai Grup C Inggris vs Amerika Serikat (01.30 WIB Minggu dinihari).


Untuk “match of day” kita bicarakan saja partai ketiga: duel antara tim “football” Inggris melawan tim “soccer” Amerika Serikat yang sangat menentukan karena dua tim ini dianggap sebagai kekuatan terkuat Grup C, dengan mengesampingkan Aljazair dan Slovenia .

Tim Inggris datang ke Afrika Selatan menanggung harapan berat jutaan penggila bola pendukung tim ”Tiga Singa” itu. Mereka berharap, Steven Gerrard dkk mampu mengubah mitos Inggris yang dikenal memiliki liga sepakbola paling dinamis dan terbanyak diminati warga bumi, namun melempem untuk urusan tim nasional. Sampai sekarang, Inggris baru tercatat sekali menjuarai Piala Dunia, itupun saat digelar di kandang mereka, 44 tahun silam.

Materi Inggris bisa dibilang idaman, tentu minus David Beckham dan Rio Ferdinand yang mendadak cedera. Capello masih akan memilih apakah David James atau Robert Green di bawah mistar, sementara 4 pemain belakang kemungkinan diisi Glen Johnson, John Terry, Ledley King, dan Ashley Cole.

Di tengah ada duo Gerrard dan Frank Lampard, Joe Cole dan Shaun Wight Phillips atau Aaron Lennon, dengan menduetkan Wayne Rooney dan Peter Crouch di depan. Nah, untuk urusan serang-menyerang inilah si bengal Rooney akan menjadi kunci Inggris sekaligus mimpi buruk penjaga gawang tim Abang Sam.

Tapi jangan remehkan AS. Mereka punya 5 pemain yang berpengalaman mengecap Liga Premier yakni dua kiper Brad Guzan (Aston Villa), Tim Howard (Everton), Jonathan Spector (West Ham), Clint Dempsey (Fulham) dan Landon Donovan (eks Everton).

Jadi, siapa menang kali ini? Football atau Soccer?

Saya memperkirakan Yunani akan menang tipis dari Nigeria, Argentina menang lebih dari satu gol atas Nigeria demikian pula Inggris menang lumayan meyakinkan lawan AS.

*Jojo Raharjo, reporter Espira di Jakarta.

Kamis, 10 Juni 2010

Bila pelatih asing membawa bendera negara

Jojo Raharjo

Sembilan dari 32 tim peserta Piala Dunia kali ini diarsiteki oleh pelatih asing. Ini menarik karena Piala Dunia erat kaitannya sebagai sebuah ajang untuk membumbungkan nasionalisme sebuah negara.

Tak jarang, selama even Piala Dunia yang berlangsung sebulan penuh, pertikaian politik tingkat nasional sampai perang antar kampung terhenti dulu demi mendukung tim nasional bertanding. Tapi bagaimana kalau tim nasional yang didukung ternyata dipimpin oleh pelatih asing?

Pertanyaan itu patut kita alamatkan kepada sembilan negara yang dipegang pelatih asing. Inggris, negara yang selalu mengagung-agungkan sebagai negara asal sepakbola sudah tiga Piala Dunia berturut-turut diarsiteki pelatih asing. Pada Piala Dunia 2002 dan 2006 mereka diarahkan oleh Sven Goran Eriksson dari Swedia dan kini tim ”Tiga Singa” dilatih Fabio Capello asal Italia. Adapun 8 tim lain yang dilatih coach asing yakni tuan rumah Afsel, Nigeria, Yunani, Ghana, Australia, Kamerun, Swiss dan Pantai Gading.

Dari sembilan pelatih asing itu Jerman dan Swedia patut berbangga karena menyumbangkan dua pelatih kawakan: Otto Rehhagel dan Ottmar Hitzfield masing-masing menukangi Yunani dan Swiss. Adapun Swedia, yang justru tak tampil di putaran final Piala Dunia karena tersisih di penyihan grup Eropa, patut bangga karena menempatkan dua dutanya. Lars Lagerback, pelatih timnas Swedia yang gagal mengantarkan negaranya ke putaran final, justru dipinang menangani Nigeria. Adapun Eriksson kini membesut Pantai Gading.

Selain empat pelatih dari Jerman dan Swedia, lima pelatih asing lain berasal dari Belanda (Pim Verbeek melatih Australia), Brazil (Carlos Alberto Parreira melatih Afsel), Italia (Capello melatih Inggris), Serbia (Milovan Rajevac melatih Ghana), dan Perancis (Paul Le Guen melatih Kamerun).

Mari sama-sama kita saksikan sebelum pertandingan dimulai, apakah mulut sembilan pelatih asing itu terbuka dengan benar saat menyanyikan lagu kebangsaan negara lain yang ditanganinya?


Analisa Wolrd Cup 2010 lain klik di sini.

Sabtu, 05 Juni 2010

Cara Kedutaan Belanda menyambut Piala Dunia

Jojo Raharjo

Erasmus Huis, pusat kebudayaan Belanda yang lokasinya menyatu dengan Kedutaan Besar Belanda di kawasan Kuningan, Jakarta, menggelar acara unik. Salah satunya pemutaran film bertema sepak bola. Tidak tanggung-tanggung, 14 film bertema sepakbola diputar dalam rangkaian acara itu.

Gelora Piala Dunia 2010 di Afrika mulai terasa. Pada 3-6 Juni ini, Kedutaan Besar Belanda menggelar Football Film Festival dengan menampilkan 14 film bertema sepakbola. Film-film buatan Indonesia, Inggris, maupun Belanda bergantian diputar di sana.

Sebut saja film “Mardona”, “The Other Final”, “In Oranje”, “One Night in Turin” dan “The Damned United”. Atau film bola asal Indonesia, “The Conductors”, “Romeo & Juliet”, “Garuda di Dadaku” dan “Duit, Dukun, Dingklik”.

Jum’at (4/6) lalu, “Duit, Dukun, Dingklik” sedang diputar. Film dokumenter berdurasi 22 menit produksi Rovina Mahulete ini mengisahkan cerita di balik sukses Persik Kediri menjuarai Liga Indonesia 2003. Seperti judulnya, film ini banyak bercerita tentang relasi unik antara uang, supranatural dan kekuasaan, yang dianggap memegang peran penting mengantarkan Persik menuju tangga juara.

Dalam percakapan ringan di teras gedung Kedutaan Belanda, Direktur Erasmus Huis Paul Peters menekankan, festival film ini digelar sebagai pemanasan menjelang Piala Dunia yang bergulir di Afrika Selatan mulai akhir pekan ini.

“Negara kami merupakan negara sepakbola. Banyak sekali soccer mad di Belanda. Kami juga punya banyak film-film bagus tentang sepakbola, untuk itu kami ingin membandingkannya dengan film bola dari Inggris dan Indonesia,“ kata Paul.

Acara Festival Film Sepakbola ini menjadi menarik karena Jum’at lalu juga diisi semacam resepsi yang dihadiri petinggi PSSI dan para pemain terbaik Liga Indonesia. Mereka diundang sebelum mereka memperkuat tim “Indonesian All Stars“ melawan Arema dalam laga eksebisi penutupan Liga Super di Malang, Minggu (6/6) ini.

Tampak wajah-wajah CEO PT. Liga Indonesia Djoko Driyono, Ketua Komisi Disiplin PSSI Hinca Panjaitan, pelatih Persipura Jacksen F. Tiago, dan para pemain seperti Christian Gonzales, Bambang Pamungkas, Nova Arianto, Ferry Rotinsulu, Maman Abdulrahman, Atep dan Ricardo Salampessy.

Berminat? Datang saja ke rangkaian festival ini di Kineforum, Taman Ismail Marzuki, 25-27 Juni. Beberapa film lain yang dijadwalkan akan diputar di sana adalah “The Black Meteor“, “Homeless FC“, „One Leg Kicking“ dan “Sagai United“.

Sementara di Erasmus Huis sendiri sampai 30 Juni masih digelar pameran kartun tentang sepakbola, yang pada pembukaannya Sabtu (5/6) dimeriahkan dengan launching buku “Gilanya Bola“, komik setebal 160 halaman terbitan Cendana Art Media.

Rabu, 02 Juni 2010

Mereka tak ikut ke Afrika…

Jojo Raharjo

Theo Walcott dan Ronaldinho, tidak terpilih dalam tim Piala Dunia

Peluit Piala Dunia ke -19 yang digelar di Afrika Selatan baru akan ditiup 11 Juni mendatang, tapi sesi ketegangan pertama sudah terjadi. Ya, FIFA menetapkan 1 Juni kemarin sebagai batas akhir penentuan 23 nama dari setiap tim yang akan mengikuti Piala Dunia.

Beberapa tim seperti Argentina, Spanyol, dan Jepang tidak lagi merasakan ketegangan itu karena mereka jauh-jauh hari sudah menetapkan 23 pemain terpilih, tapi tidak dengan Inggris, Italia, dan bahkan tuan rumah Afrika Selatan yang baru memilih 23 anggota pasukannya pada detik-detik akhir deadline.

Dan di sinilah drama itu terjadi. Empat tahun lalu, beberapa minggu jelang Piala Dunia di Jerman, seorang anak muda bersorak gembira. Theo James Walcott, saat itu 17 tahun, tengah sibuk menyelesaikan ujian tertulis dalam usaha mendapatkan SIM.

Penyerang muda Arsenal ini kaget bukan kepalang saat usai ujian menelpon ayahnya dan diberitahu bahwa namanya tercantum dalam skuad yang dibawa pelatih Inggris Sven Goran Eriksson dalam bagian tim ke Piala Dunia Jerman. Jadilah, Walcott tercatat sebagai pemain termuda di Inggris. “Saya benar-benar terkejut, sepertinya mata saya sampai keluar dari kepala ini.“ kata Walcott saat itu.

Walcott ikut ke Afrika, tapi tak semenitpun ia dimainkan Eriksson sampai Inggris tersingkir di babak perempatfinal lewat drama adu penalti melawan Portugal. Okelah, semua maklum, mungkin karena saat itu Walcott masih bau kencur, meski aksinya di Liga Inggris amat memesona.

Tapi, saat 1 Juni 2010 kemarin Walcott tak dibawa pelatih Inggris Fabio Capello, menjadi 1 dari 7 pemain tercoret dari daftar awal, publik Inggris kini bertanya-tanya. Mengapa pelatih asal Italia itu lebih percaya pada “balon tuwek“ macam Emile Heskey dan Jermain Defoe?

Theo Walcott menjadi salah satu bintang yang tersingkir dari Piala Dunia mendatang. Masih ada nama-nama lain yang menangis gagal berpartisipasi di ajang akbar ini, baik karena memang tak dipilih oleh pelatihnya, atau memang dilanda cedera. Javier Zanetti dan Esteban Cambiasso yang baru saja bahu-membahu membawa Inter Milan juara Liga Italia dan Liga Champions tidak diangkut pelatih Diego Maradona dalam timnya ke Afsel.

Begitu pula Franceso Totti, Alessandro del Pierro dan Antonio Cassano yang tidak diingat pelatih Italia Marcelo Lippi dan Benni McCarthy yang tidak masuk dalam daftar pelatih Afsel Carlos Alberto Parreira. Ada juga trio Brazil : Ronaldinho, Adriano, dan Pato yang tidak diajak pelatih Dunga, Ruud van Nistelrooy yang tak ikut skuad Belanda, Karim Benzema dan Samir Nasri yang tak dipandang pelatih Perancis, dan lain-lain.

Untuk list pemain yang cedera, dua pemain besar dunia, kapten Jerman Michael Ballack dan legenda Inggris David Beckham harus menyesali kaki mereka yang bermasalah saat memperkuat klub masing-masing: Chelsea dan AC Milan.

Terlalu banyak bintang-bintang lain yang harus bersedih karena tidak ikut bermain di Afrika Selatan mulai pekan depan, terlebih karena memang tim negaranya gagal lolos dari penyisihan. Sebutlah Andre Arshavin dari Rusia, Eduardo dan Luka Modric dari Kroasia, serta bintang-bintang dari Turki, Rumania, Bulgaria, Republik Ceko, dan lain-lain.

Piala Dunia adalah ajang sepakbola paling ditunggu setiap empat tahun terakhir. Maka, ajang ini seolah menjadi pembuktian para pemain terbaik dari negeri-negeri terpilih dunia sepakbola. Tapi, jangan lupa, masih banyak bintang-bintang bola dunia yang tidak berpartisipasi, baik karena tidak dipanggil pelatih timnasnya, lagi apes dirundung cedera, atau memang negaranya gagal lolos kualifikasi. Karena bagaimanapun, Cuma 32 negara saja toh yang bisa berpartisipasi di Piala Dunia.

Selamat bersiap menikmati pesta orang-orang terpilih ini.

Jumat, 28 Mei 2010

Anugerah dan petaka sepakbola Jawa Timur

Jojo Raharjo



Konvoi kemenangan Arema oleh Aremania.

Bahwa Jawa Timur mendominasi sepakbola nasional tentu bukan hal baru lagi. Dalam sejarah 15 musim Liga Indonesia sejak pertama digelar di Indonesia, dua tim asal Jatim dua kali merebut juara (Persebaya Surabaya pada 1997 dan 2004 serta Persik Kediri pada 2003 dan 2006). Rekor dua kali juara ini hanya bisa disamai Persipura Jayapura (2005 dan 2009).

Selain Persebaya dan Persik, dua tim Jatim lain yang sukses mencicipi gelar juara yakni Petromia Putra Gresik 2002 dan Arema Malang pada musim 2009/2010 yang berakhir pada Minggu, 30 Mei ini. Ya, Arema Malang, kini dikenal sebagai Arema Indonesia, adalah fenomena.

Berangkat mengikuti kompetisi musim ini dengan terseok-seok, setelah penyandang utamanya PT Bentoel Investama Tbk. mengurangi subsidi drastis dari Rp 20 miliar menjadi Rp 7,5 miliar, Arema mengakhiri kompetisi dengan mencengangkan. Bentoel, pabrik rokok di Karanglo, Malang itu sebelumnya 6 musim menjadi sponsor utama Arema.

Namun, tahun lalu mereka mengambil keputusan drastis setelah holding Bentoel (Grup Rajawali) menjual sebagian besar kepemilikan sahamnya ke PT British Ardath Tobacco (BAT) yang dalam prinsip internasionalnya tidak memperbolehkan perusahaan itu menyumbang dana ke klub olahraga.

Pindah tangan

Maka, sejak 2009 lalu, kepemilikan Arema berpindah tangan dari Bentoel ke sebuah konsorsium, yang terdiri dari individu pejabat dan pengusaha Malang. Klub yang berdiri 11 Agustus 1987 ini tetap mempertahankan tradisi tidak menerima dana dari APBD. Maka, supporter fanatiknya pun, dikenal dengan nama Aremania, menjadi sangat anti terhadap klub “plat merah” terutama kepada saudara sekotanya, Persema Malang.

Namun, siapa sangka dengan segala keterbatasan itu Arema justru sukses menjadi juara musim ini. Arema memastikan gelar pada Rabu 26 Mei, pada pertandingan ke-33 mereka saat menahan tuan rumah PSPS Pekanbaru 1-1. Dengan nilai 70, nilai Arema tak mungkin terkejar oleh saingan terdekatnya Persipura Jayapura, meski sama-sama menyisakan satu pertandingan.

Partai tersisa Arema melawan Persija Jakarta, Minggu 30 Mei pun menjadi selebrasi ribuan Aremania yang berbondong-bondong datang ke ibukota, bereuforia menjadi klub keempat Jatim sebagai Juara Liga Indonesia.

Sukses lain

Sukses Arema diikuti kabar gembira lain, yakni naik kastanya Persibo Bojonegoro dan Deltras Sidoarjo ke Liga Super, sebagai kasta tertinggi pentas sepakbola Indonesia. Dalam semifinal Divisi Utama di Solo, Kamis (27/5) Persibo menyingkirkan Persiram Raja Ampat 1-0 sementara Deltras mengakhiri mimpi Semen Padang dengan 4-2 lewat drama adu penalti.

Lain Arema, Persibo dan Deltras yang berpesta, lain pula nasib Persebaya dan Persik Kediri. Dua tim ini justru nasibnya memprihatinkan. Persik dipastikan terdegradasi alias turun kasta ke Divisi Satu musim depan. Sementara itu, nasib Persebaya menunggu partai terakhir mereka di kandang Bontang FC (30/5) dan pertandingan tunda melawan Persik Kediri, untuk memastikan apakah tim “Bajul Ijo” bertahan di Liga Super, degradasi ke Divisi Utama.

Unik

Sepakbola Indonesia memang unik. Arema dikabarkan berjaya karena tak lepas dari pengaruh para petinggi PSSI yang “bermain” di dalamnya. Beberapa orang besar PSSI macam Nurdin Halid dan Andi Darussalam dikabarkan bercokol ikut memiliki Arema secara diam-diam. Maka, dengan materi pemain rata-rata, mereka bisa mencetak poin tertinggi.

Tidak hanya itu, Arema mencatat rekor kemenangan tandang terbanyak, 8 kali, di antara 18 tim Liga Super. Asal tahu saja, karena berbagai faktor non teknis, di Indonesia susah sekali sebuah tim menang di kandang lawan.

Untuk memuluskan keinginan Arema menjadi juara ini, saat perhelatan Kongres Sepakbola Nasional dua bulan lalu, dirigen Yuli Sumpil dan puluhan Aremania sampai menyambut kedatangan Nurdin Halid dengan sangat meriah. Padahal, selama ini Arema termasuk barisan supporter kritis terhadap Ketua Umum PSSI yang mantan narapidana itu. Maka, tak sia-sialah “rekonsiliasi” antara Aremania dan PSSI itu.

Faktor-faktor itu membantu kemenangan Arema. Sementara Deltras, sejak lama dirumorkan bakal “ditolong” naik kasta, sebagai kompensasi atas musibah lumpur yang dilakukan perusahaan milik Bakrie. Mudah sekali menebak kaitan, meski sulit membuktikan, bantuan Wakil Ketua Umum PSSI Nirwan Bakrie untuk mengangkat harkat masyarakat Sidoarjo yang sudah 4 tahun ditenggelamkan Lapindo.

Persibo lolos secara menakjubkan, karena konon yang diinginkan PSSI adalah Persiram Raja Ampat Papua. Sementara itu, Persik Kediri turun kasta setelah ditinggal Iwan Budianto, mantan manajer mereka yang juga salah satu eksekutif committee PSSI.

Apes

Bagaimana dengan Persebaya? Apes nian. Ketua Umum sekaligus Manajer Persebaya Saleh Ismail Mukadar, selama ini dikenal sebagai kubu anti Nurdin Halid. Sikapnya yang jelas berseberangan dengan Ketua Pengda PSSI Jatim Haruna Sumitro membuatnya diganjar hukuman 2 tahun dilarang berkecimpung di sepakbola Indonesia terhitung bulan ini. Dalihnya, kepengurusan Saleh Mukadar selaku Ketua Pengcab PSSI Surabaya tidak sah.

Persebaya dirundung duka kalau benar-benar masuk ke kasta yang lebih bawah lagi. Dalam berita di Jawa Pos 28 Mei, sebelum laga menentukan Persebaya melawan Bontang FC, Saleh berujar, “''Musuh kami sesungguhnya bukan Bontang. Tapi, striker yang tidak megang bola dan wing (pemain sayap) yang membawa bendera,'' katanya menyindir wasit dan dua asistennya.

Sebelum lawan Bontang, Persebaya takluk 1-3 oleh Persik Kediri. Akan halnya kekalahan itu, Saleh lagi-lagi menuding dikerjai wasit. Terutama saat momen di mana gelandang Andik Vermansyah membawa bola dari belakang. Nah, ketika hendak melakukan shooting ke gawang lawan, dia dinyatakan offside oleh asisten wasit.

Padahal, saat itu ada seorang pemain Persisam yang berdiri sekitar 7 meter di depan Andik. ''Saya tahu dari orang Persisam, saya nggak mau sebut namanya. Katanya, pertandingan itu sudah dibereskan petinggi PSSI. Mereka melakukan itu untuk ngerjain kami. Kalau seperti ini kan rusak,'' kata Saleh, sebagaimana dikutip Jawa Pos

Sepakbola Indonesia memang selalu aneh bin ajaib. Tapi, atas nama sportivitas, apapun alasannya, kita angkat topi selamat buat Arema, Deltras, dan Persibo. Dan, apapun alasannya juga, buat Persik dan Persebaya kita ucapkan, “Kasihan deh loe…”

Selasa, 16 Maret 2010

Jojo Raharjo

Piala Dunia adalah pesta besar. Sejak Presiden FIFA Jules Rimet mencanangkan perhelatan empat tahunan ini digelar pada 1930 di Uruguay, saat itu hanya diikuti enam negara, selanjutnya hajatan ini menjadi pagelaran akbar yang selalu dinanti para penggila bola. Maklum, sepakbola menjadi olahraga yang paling banyak digemari di muka bumi ini.


Total, dari penyelenggaraan Piala Dunia 1930 di Uruguay, 1934 di Italia, 1938 di Perancis, 1950 di Brazil, 1954 di Swiss, 1958 di Swedia, 1962 di Cili, 1966 di Inggris, 1970 di Mexico, 1974 di Jerman, 1978 di Argentina, 1982 di Spanyol, 1986 di Mexico, 1990 di Italia, 1994 di Amerika Serikat, 1998 di Perancis, 2002 di Korea-Jepang dan 2006 di Jerman telah tergelar 18 kali penyelenggaraan Piala Dunia.

Tentu saja, dari setiap Piala Dunia digelar selalu ditunggu siapa yang akan menjadi juaranya, sekaligus menasbihkan diri sebagai kekuatan terbaik sepakbola dunia selama empat tahun ke depan. Uniknya, dari lima benua di jagad ini, distribusi juara Piala Dunia masih menjadi rebutan antara benua Amerika dan Eropa. Dri benua Amerika tradisi juara hanya diwakili tiga negara, yakni Uruguay perebut piala pertama, Brazil si ‘jogo bonito’ alias penyuguh sepakbola cantik dengan tari sambanya, dan Argentina dengan goyang tangonya. Sementara itu, Eropa memiliki lebih banyak kekuatan yakni empat negara masing-masing Italia, Jerman, Inggris, dan Perancis.

Dari 18 kali even Piala Dunia, kini skornya sama. Amerika meraih sembilan piala (masing-masing Brazil lima dan Argentina serta Uruguay dua kali) dan Eropa juga sembilan kali juara (terbagi atas Italia 4, Jerman 3 dan masing-masing sekali oleh Inggris dan Jerman).

Satu fakta lain yang menarik yakni, dari benua manakah peraih juara dan di manakah Piala Dunia digelar? Secara berkembang mitos, saat Piala Dunia digelar di Amerika, maka juaranya selalu dari benua Amerika. Begitupula sebaliknya, saat World Cup mengambil even di Eropa, maka juara pun direbut wakil benua biru itu.

Semua skenario itu berjalan sejak awal Piala Dunia 1930 sampai penyelenggaraan kelima tahun 1954 di Swiss. Saat itu gelar juara terbagi tiga untuk Eropa, yakni dua kali saat Italia menjadi jawara di rumahnya (1934) dan di Perancis, serta Jerman di Swiss (1954). Sementara Uruguay dua kali menjadi pemuncak pada 1930 (di Uruguay) dan 1950 (di Brazil).

Pada gelaran keenam di Swedia tahun 1958, Brazil merusak mitos itu. Debut pertamanya meraih juara dicapai di benua Eropa, setelah meluluhlantakkan tuan rumah 5-2 di partai final. Adapun dua semifinalis lain, Perancis dan Jerman harus puas di posisi ketiga dan keempat.

Demikianlah, mitos itu terus bertahan awet selama 44 tahun. Anggapan itu semakin langgeng terutama saat tuan rumah menjadi juara, yang diraih Inggris (1966), Jerman (1974), Argentina (1978) dan Perancis (1998). Baru pada 2002, kesempatan memecah rekor terbuka saat ”benua ketiga” menjadi tuan rumah. Kali pertama, Piala Dunia digelar di Asia, dengan tuan rumah bersama Korea-Jepang. Dan, lagi-lagi Brazil menjadi pemecah mitos itu dengan menaklukkan Jerman 2-0 lewat sepasang gol ”si plontos” Ronaldo dalam partai final yang berlangsung di Stadion Internasional Yokohama, Jepang.

Empat tahun kemudian, tradisi lama berulang. Italia menjadi juara saat Piala Dunia di Jerman. Lebih tragis bagi wakil Amerika, tidak satupun di antara jagoan mereka lolos ke semifinal. Italia mengalahkan Perancis 5-3 lewat adu penalti setelah sebelumnya pertandingan berakhir 1-1 hingga masa perpanjangan waktu. Partai final di Stadion Olympia, Berlin, itu akan selalu dikenang karena terjadi insiden tandukan legenda Perancis Zinedine Zidane yang merasa diprovokasi pemain bertahan Italia Marco Materazzi hingga ”Zizou” mendapat kartu merah. Adapun di partai hiburan memperebutkan juara ketiga, tuan rumah Jerman mengalahkan Portugal 3-1.

Itulah sejarah 18 kali Piala Dunia; 9 untuk Amerika dan 9 untuk Eropa. Dengan dua kali pemecahan rekor dipegang Brazil yang sukses menjadi kampiun di luar kontinentalnya. Lalu, apakah kini pasukan Carlos Dunga akan mencetak rekor ketiga saat Piala Dunia ke-19 digelar di ”benua keempat”, Afrika mulai 11 Juni hingga 11 Juli mendatang?

Terserah bagaimana Anda menerka jawabannya sembari menunggu 13 pekan lagi bola bergulir. Hanya saja, dari awal saya tidak berpikiran begitu. Menurut saya, bukan wakil benua Amerika yang akan jadi juara di Afrika.

*Btw, situs yang sama dua tahun lalu pernah memprediksi Spanyol menjadi Juara Piala Eropa 2008

Sabtu, 20 Februari 2010

Awasi Polisi Ini,..

Semakin ruwet saja dunia sepakbola Indonesia. Dan keruwetan itu semakin bertambah dengan kasus di Stadion Jatidiri, Semarang, Jum’at (19/2) kemarin. Seperti baru saya baca beritanya di Jawa Pos online, usai pertandingan Divisi Utama antara tuan rumah PSIS menjamu Mitra Kutai Kartanegara, seluruh perangkat pertandingan dibawa ke Poltabes Semarang atas perintah Kapolda Jateng Irjen Pol Alex Bambang Riatmodjo.

Setelah wasit Dedy Wahyudi dari Denpasar meniup peluit panjang tanda pertandingan berakhir, belasan aparat berpakaian preman menguntit wasit dan dua asistennya serta pengawas pertandingan ke ruang ganti. Usai berganti pakaian, keempatnya diangkut dengan mobil polisi ke Polwiltabes Semarang untuk menjalani pemeriksaan. Selain wasit Dedy Wahyudi, ikut pula diciduk asisten wasit I Fajar Riyadi (Yogya), asisten wasit II Sutopo (Surabaya), dan Penagwas Pertandngan Khairul Agil.

Kapolda mencurigai wasit bertindak tidak adil saat memimpin laga yang dimenangkan PSIS 2-0 itu. "Mereka akan saya periksa, banyak keputusan yang tidak adil selama babak pertama. Ini bisa membuat pemain berkelahi di lapangan dan berpotensi rusuh. Setelah pertandingan, mereka diperiksa," ujar Kapolda dengan raut muka marah.

Kapolres Semarang Selatan AKBP Nurcholis saat dihubungi Jawa Pos mengatakan, wasit diperiksa karena dicurigai menerima suap sehingga keputusannya banyak menguntungkan PSIS. "Kami sedang interogasi, kenapa kok mudah sekali dia mencabut kartu merah dan banyak keputusan lain yang tidak adil. Barangkali saja dia menerima suap, kami akan dalami itu," papar Nurcholis.

Untuk Anda yang sedang terheran-heran dengan kasus ini, jangan dulu terlalu kaget. Mari kita buka kembali rekam jejak Alex Bambang Riatmodjo yang menjadi orang nomer satu di Mapolda Jateng sejak November 2008. Pada 12 Februari 2009, pemain Persis Solo Nova Zaenal dan pemain asing Gresik United Bernard Momadao ditahan di rumah tahanan Poltabes Surakarta setelah ditetapkan sebagai tersangka melanggar pasal 351 ayat (1) jo pasal 352 KUHP.

Keduanya ditangkap di lapangan saat berkelahi dalam pertandingan Divisi Utama di Stadion R Maladi, Solo yang disaksikan Kapolda Jawa Tengah Irjen Alex Bambang Riatmodjo. Setelah menjalani serangkaian sidang melelahkan hampir setahun, Nova Zaenal dan Bernard Mamadou akhirnya dijatuhi hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.

Weeeiittss.. bisakah Anda bayangkan dua kejadian itu? Wasit yang dianggap tidak fair memimpin pertandingan diciduk ke kantor polisi, demikian pula dua pemain bola yang berkelahi di lapangan harus diproses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) polisi dan menjadi pesakitan di pengadilan. Ingatan saya tiba-tiba melayang pada peristiwa 25 Juni 1997 saat Mike Tyson dua kali menggigit kuping Evander Holyfield di ronde ketiga dalam perebutan sabuk juara dunia tinju kelas berat dunia.

Saya membayangkan, seandainya pertarungan Tyson dan Holyfield digelar di Stadion Manahan Solo atau di Lapangan Simpang Lima Semarang dan disaksikan Kapolda Jateng Alex Bambang Riatmodjo, bisa jadi setelah menciak telinga lawannya, Mike Tyson segera menjalani proses verbal di polsek terdekat.

Bukan dua kejadian itu saja Kapolda Alex bertindak terlalu jauh dalam pertandingan sepakbola Liga Indonesia. Ketua Komisi Disiplin PSSI, Hinca Panjaitan, sewot bukan kepalang saat ada intervensi pihak luar di sela-sela pentas Liga Super antara PSIS menjamu Persijap Jepara pada 15 Februari 2009. Komdis menilai hukum pertandingan sepakbola bersifat universal, memiliki aturan tersendiri yang tidak bisa dicampuri pihak luar.

Sebelum pertandingan antara PSIS melawan Persijap Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol. Alex Bambang Riatmodjo berdiri di lapangan dan berbicara di hadapan penonton, wasit, ofisial pertandingan, dan pemain dengan mikrofon. Ia mengingatkan kepada pemain, ofisial tim, dan penonton supaya jangan melakukan tindakan kekerasan di lapangan.

"Kalau ada yang terbukti melakukan tindakan kekerasan tentunya akan kita proses sesuai hukum yang berlaku baik untuk penonton, pemain, dan ofisial tim," katanya di Stadion Jatidiri Semarang. PSSI akhirnya menganulir pertandingan yang berakhir 1-1 itu. Namun, sampai kompetisi berakhir, perintah Komdis agar panitia menggelar pertarungan ulang tidak terwujud karena polisi tidak menyetujui izin pertandingan.

Peristiwa “memberikan himbauan di lapangan bola” diulanginya pada Januari 2010 saat PSIS menjamu Persikab. ’’Saya meminta kepada para pemain Persikab dan PSIS, juga perangkat pertandingan agar mempertontonkan sepakbola yang fair play. Kalau kedua tim main cantik, wasit memimpin dengan tegas, penonton menikmati pertandingan tersebut,’’ ujar Kapolda

Kepada media, Kapolda Alex membantah melakukan intervensi. “Tidak benar saya intervensi. Apalagi, ada bahasa politis, saya dikatakan intimidasi. Saya bicara baik-baik agar pertandingan tersebut aman,” katanya Pun demikian dengan kejadian beberapa hari sebelumnya, saat menangkap Nova Zaenal dan Bernard Mamadou serta menahan dan membawa mereka ke pengadilan dengan tuduhan penganiayan.

“Ini dinamika penegakan hukum di mana saya ingin menjadi polisi yang konsisten pada hukum. Dukungan mengalir deras ke saya. Tak hanya dari Indonesia, teman-teman polisi dari luar negeri juga mendukung langkah saya. Kapolri juga mendukung saya. Regulasi sepak bola tak mandiri sepenuhnya dan tidak bisa menganulir aturan pidana. Tidak ada tempat yang steril di Indonesia ini dari hukum negara,” papar jenderal kelahiran Kediri 54 tahun lalu itu.

Boleh saja Alex berpendapat begitu. Tapi dalam olahraga sudah ada “rule of games” nya sendiri. Soal himbauan agar pemain sportif dan wasit jujur, itu sudah menjadi ‘domain’ nya panitia pelaksana pertandingan dan PSSI. Kalau pemain berkelahi ya dikartu merah wasit, selanjutnya bisa dihukum denda atau diskorsing Komisi Disiplin PSSI.

Kalau wasit dinilai tidak adil karena condong berpihak ke tuan rumah, ya adukan saja protes ke Komisi Disiplin, lalu nanti akan digelar investigasi dan sidang. Kalau tidak puas dengan keputusan Komdis, masih ada Komisi Banding. Begitulah aturannya. Jangan sedikit-sedikit tangkap, proses, tahan, dan adili, komandan…

Alex Bambang Riatmodjo pernah menjabat Kasatserse Polwiltabes Surabaya, Kapolres Bekasi, Direktur Reserse Umum Polda Metro Jaya, dan Kapolwiltabes Bandung. Saat Hutomo Mandala Putera menjadi buronan, Alex yang saat itu menjabat Kepala Direktorat Pidana Umum Mabes Polri masuk dalam tim lima dengan tugas menangkap Tommy hidup-hidup.

Sudah lama beredar bisik-bisik kencang, Alex merupakan orang dekat Susilo Bambang Yudhoyono. Saat SBY menjabat Menko Polkam di era Presiden Megawati, Brigen Alex dipercaya menjadi Asisten Menko Polkam. Selanjutnya, saat SBY melaju ke Istana dan Menko Polhukam dijabat Widodo AS, Alex yang sudah menambah bintang menjadi Irjen dipercaya sebagai posisi Deputi VII Menko Polhukam Bidang Komunikasi dan Informasi.

Dari Medan Merdeka Barat kantor Polhukam, Alex sempat kembali ke Mabes Polri menjabat Kepala Divisi Telematika. Itulah jabatan elitnya sebelum pindah ke Semarang menjadi Kapolda Jateng menggantikan Irjen Pol FX Sunarno. Ketika ramai-ramai penggantian Kabareskrim Susno Duaji, nama Alex sempat mencuat, sebelum akhirnya teredam dan Susno merekomendasikan Ito Sumardi menduduki posnya itu.

Kalau Anda pencinta olahraga, terutama sepakbola dan gerah dengan bagaimana polisi menerapkan hukum pidana atas kejadian di lapangan hijau, jangan lupa simak kelanjutan karir perwira tinggi yang sedang memasuki masa-masa cemerlang dalam karirnya ini…

Jumat, 12 Februari 2010

Jadwal Lengkap Piala Dunia 2010 Afrika Selatan

Grup A

11 Juni 2010, 21:00 Afrika Selatan v Meksiko, Soccer City, Johannesburg

12 Juni 2010, 01:30 Uruguay v Prancis, Cape Town Stadium, Cape Town

17 Juni 2010
01:30 Afrika Selatan v Uruguay, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria
18:30 Prancis v Meksiko, Peter Mokaba Stadium, Polokwane

22 Juni 2010
21:00 Meksiko v Uruguay, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg
21:00 Prancis v Afrika Selatan, Free State Stadium, Bloemfontein

Grup B

12 Juni 2010
18:30 Argentina v Nigeria, Ellis Park Stadium, Johannesburg
21:00 Korea Selatan v Yunani, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth

17 Juni 2010, 21:00 Argentina v Korea Selatan, Soccer City, Johannesburg

18 Juni 2010, 01:30 Yunani v Nigeria, Free State Stadium, Bloemfontein

23 Juni 2010
01:30 Yunani v Argentina, Peter Mokaba Stadium, Polokwane
01:30 Nigeria v Korea Selatan, Moses Mabhida Stadium, Durban

Grup C

13 Juni 2010
01:30 Inggris v Amerika Serikat, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg
18:30 Aljazair v Slovenia, Peter Mokaba Stadium, Polokwane

18 Juni 2010, 21:00 Inggris v Aljazair, Cape Town Stadium, Cape Town

19 Juni 2010, 01:30 Slovenia v Amerika Serikat, Ellis Park Stadium, Johannesburg

23 Juni 2010
21:00 Amerika Serikat v Aljazair, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria
21:00 Slovenia v Inggris, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth

Grup D

13 Juni 2010, 21:00 Jerman v Australia, Moses Mabhida Stadium, Durban

14 Juni 2010, 01:30 Serbia v Ghana, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria

18 Juni 2010, 18:30 Jerman v Serbia, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth

19 Juni 2010, 18:30 Ghana v Australia, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg

24 Juni 2010
01:30 Australia v Serbia, Mbombela Stadium, Nelspruit
01:30 Ghana v Jerman, Soccer City, Johannesburg

Grup E

14 Juni 2010
18:30 Belanda v Denmark, Soccer City, Johannesburg
21:00 Jepang v Kamerun, Free State Stadium, Bloemfontein

19 Juni 2010, 21:00 Belanda v Jepang, Moses Mabhida Stadium, Durban

20 Juni 2010, 01:30 Kamerun v Denmark, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria

25 Juni 2010
01:30 Denmark v Jepang, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg
01:30 Kamerun v Belanda, Cape Town Stadium, Cape Town

Grup F

15 Juni 2010
01:30 Italia v Paraguay, Cape Town Stadium, Cape Town
18:30 Selandia Baru v Slowakia, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg

20 Juni 2010
18:30 Italia v Selandia Baru, Mbombela Stadium, Nelspruit
21:00 Slowakia v Paraguay, Free State Stadium, Bloemfontein

24 Juni 2010
21:00 Paraguay v Selandia Baru, Peter Mokaba Stadium, Polokwane
21:00 Slowakia v Italia, Ellis Park Stadium, Johannesburg

Grup G:

15 Juni 2010, 21:00 Brasil v Korea Utara, Ellis Park Stadium, Johannesburg

16 Juni 2010, 01:30 Pantai Gading v Portugal, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth

21 Juni 2010
01:30 Brasil v Pantai Gading, Soccer City, Johannesburg
18:30 Portugal v Korea Utara, Cape Town Stadium, Cape Town

25 Juni 2010
21:00 Korea Utara v Pantai Gading, Mbombela Stadium, Nelspruit
21:00 Portugal v Brasil, Moses Mabhida Stadium, Durban

Grup H:

16 Juni 2010
18:30 Spanyol v Swiss, Moses Mabhida Stadium, Durban
21:00 Honduras v Cili, Mbombela Stadium, Nelspruit

21 Juni 2010, 21:00 Spanyol v Honduras, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth

22 Juni 2010, 01:30 Cili v Swiss, Ellis Park Stadium, Johannesburg

26 Juni 2010
01:30 Swiss v Honduras, Free State Stadium, Bloemfontein
01:30 Cili v Spanyol, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria

16 Besar

26 Juni 2010, 21:00
Juara Grup A v Peringkat Kedua Grup B, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth (Partai 49)

27 Juni 2010, 01:30
Juara Grup C v Peringkat Kedua Grup D, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg (Partai 50)

27 Juni 2010, 21:00
Juara Grup D v Peringkat Kedua Grup C, Free State Stadium, Bloemfontein (Partai 51)

28 Juni 2010, 01:30
Juara Grup B v Peringkat Kedua Grup A, Soccer City, Johannesburg (Partai 52)

28 Juni 2010, 21:00
Juara Grup E v Peringkat Kedua Grup F, Moses Mabhida Stadium, Durban (Partai 53)

29 Juni 2010, 01:30
Juara Grup G v Peringkat Kedua Grup H, Ellis Park Stadium, Johannesburg (Partai 54)

29 Juni 2010, 21:00
Juara Grup F v Peringkat Kedua Grup E, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria (Partai 55)

30 Juni 2010, 01:30
Juara Grup H v Peringkat Kedua Grup G, Cape Town Stadium, Cape Town (Partai 56)

Perempat-Final
2 Juli 2010, 21:00
Pemenang Partai 53 v Pemenang Partai 54, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth (Partai 57)

3 Juli 2010, 01:30
Pemenang Partai 49 v Pemenang Partai 50, Soccer City, Johannesburg (Partai 58)

3 Juli 2010, 21:00
Pemenang Partai 52 v Pemenang Partai 51, Cape Town Stadium, Cape Town (Partai 59)

4 Juli 2010, 01:30
Pemenang Partai 55 v Pemenang Partai 56, Ellis Park Stadium, Johannesburg (Partai 60)

Semi-final
7 Juli 2010, 01:30
Pemenang Partai 58 v Pemenang Partai 57, Cape Town Stadium, Cape Town (Partai 61)

8 Juli 2010, 01:30
Pemenang Partai 59 v Pemenang Partai 60, Moses Mabhida Stadium, Durban (Partai 62)

Perebutan Juara Ketiga
11 Juli 2010, 01:30
Tim Kalah Partai 61 v Tim Kalah Partai 62, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth (Partai 63)

Final
12 Juli 2010, 01:30
Pemenang Partai 61 v Pemenang Partai 62, Soccer City, Johannesburg (Partai 64)

Senin, 01 Februari 2010

Skenario

Jojo Raharjo

Apa yang ada di pikiran Anda kalau hidup ini ternyata sudah ada skenarionya, dan skenario itu bisa dibukakan sekarang, tanpa harus menunggu semuanya benar-benar terjadi? Ini bukan kemampuan lebih atau weruh sakdurunge winarah, tapi memang seandainya Anda benar-benar memiliki otoritas untuk mengetahui skenario kehidupan.

Begini misalnya, kita bicara sepakbola. Arema Malang (kini dikenal sebagai Arema Indonesia) sukses menjadi juara putaran pertama Super Liga Indonesia, sekaligus membuka separuh jalan memuaskan dahaga pencinta sepakbola Malang untuk meraih gelar juara kasta tertinggi sepakbola yang tak pernah direngkuh sejak 18 tahun silam.

Selain sukses jadi pamuncak sampai putaran pertama berakhir, Arema mengukir prestasi sebagai tim dengan jumlah penonton terbanyak di Liga Super. Seluruh pertandingan kandangnya di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, dihadiri lebih dari 20 ribu orang, bahkan berkali-kali menembus angka 30 ribu pasang mata dan menembus pendapatan 1,3 milyar rupiah saat derby Malang berlangsung (10/1). Dua rekor pendapatan terbanyak laga kandang Arema lainnya dicatat saat menjamu Persiba (24/1) Rp 975 juta dan Sriwijaya Rp 765 juta.

Tapi, celaka dua belas, siang hari sebelum saya menulis catatan ini, ada sebuah catatan sepakbola di Facebook yang ditulis seorang wartawan senior. Salah satu alineanya mengagetkan saya berbunyi “Terlalu banyak ‘dosa-dosa’ para pengurus PSSI saat ini (2003 – 2010) yang diperbuat, Dari pengaturan skor, mafia wasit serta jual beli gol, dan jual beli klub yang tidak sesuai aturan. Bahkan, sudah ada kabar buruk, kalau kompetisi Super Liga Indonesia 2009-2010 saat ini, juaranya Arema Malang.

Bahkan, anggota Divisi Utama yang sudah dipastikan masuk ke jajaran Super Liga Indonesia 2010-2011 adalah Deltras Sidoarjo dan Persidafon Dafonsoro/ Perseman Manokwari atau Persiram Raja Ampat. Kalau ini benar-benar terjadi, sungguh-sungguh memalukan, menyesatkan dan perlu saatnya kompetisi di Indonesia di semua lapisan dibubarkan dulu saja. Karena, buat apa ada kompetisi kalau para juaranya sudah mendapat ‘arisan’ dari para pengatur yang di dalam jajaran pengurus ‘kartel’ PSSI saat ini.”

Ehm, bagaimana Anda membaca tulisan itu? Entah benar atau tidak, kita belum mengetahuinya sampai kompetisi Super Liga berakhir Juni nanti. Tapi, beberapa fakta pada musim sebelumnya bisa membenarkan kalau ada pengaturan pertandingan (bahkan lebih parahnya pengaturan kompetisi) dalam sepakbola Indonesia. Terlalu panjang, dan juga tidak etis, untuk ditulis di sini. Lebih baik kita kembali ke topik awal saja.
Rasanya akan lebih baik dalam hidup ini bila kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Setidaknya, hal itu akan mendorong kita untuk berbuat yang terbaik. Tapi, sesungguhnya kalau tahu skenario itu berbuah “happy ending” sebenarnya juga bisa bermanfaat, asal diambil positifnya yakni kerja lebih keras, dan bukan malah bersantai karena mengira semua akan selesai dengan indah.

Ingat kan, kisah dua rang guru yang harus menangani dua kelas berbeda. Sebelum memegang kelas selama setahun itu, Guru A sudah diberitahu bahwa murid-muridnya adalah para pelajar terpintar di kota itu. Sebaliknya, Guru B mendapat catatan bahwa anak asuhnya adalah murid terbodoh dan ternakal. Maka, sepanjang tahun, Guru A memperlakukan murid-muridnya begitu istimewa, sementara Guru B di kelas lain, mengajar murid-muridnya dengan malas dan menganggap mereka memang manusia-manusia paling bego di dunia ini.

Hasilnya, di akhir tahun ajaran, murid-murid di kelas A mendapat prestasi tertinggi sepanjang sejarah sekolah itu, sementara seluruh murid kelas B rapornya terbakar angka merah. Hingga kemudian, kepala sekolah datang menyampaikan fakta terbalik: bahwa sebenarnya murid-murid yang pintar ada di kelas B, dan gabungan siswa nakal dan paling lemah otaknya ada di kelas A. Mengapa hasilnya terbalik? Tak lain karena sugesti yang diberikan para huru, setelah mereka mengetahui skenario berdasarkan latar belakang para murid itu.

Jadi, marilah kita berbuat dengan semaksimal mungkin dalam hidup ini. Di manapun lahan profesi memanggil kita. Sebagai profesional, olahragawan, pegawai negeri, pelajar, ibu rumahtangga atau apapun. Perkara bagaimana hasilnya, itu urusan nanti. Mari kita menganggap yang terjadi adalah skenario terbaik, sehingga kalau memang Tuhan mengizinkan yang terbaik itu jadi, orang tidak melihatnya sebagai sebuah ‘rekayasa’ dalam konotasi buruk. Seperti tudingan bahwa Arema akan juara karena keinginan PSSI. Atau Deltras Sidoarjo kembali ke kasta tertinggi sepakbola karena balas jasa petinggi PSSI atas tragedi lumpur panas, serta tim asal Papua naik pangkat karena kuat membayar sogokan besar.

Apapun itu, di manapun itu, mari bekerja dan berbuat terbaik, mewujudkan skenario yang kita pancangkan sedahsyat mungkin.

Selasa, 19 Januari 2010

Stop Rasisme di Liga Indonesia

Jojo Raharjo

Satu poin menarik saya dapat dari jumpa pers bulanan PT Liga Indonesia yang digelar di sekretariat Liga Indonesia di Rasuna Office Centre, Kuningan, Selasa (19/1). Sebagaimana disampaikan CEO Liga Indonesia Joko Driyono, Badan Liga Indonesia memutuskan, mulai putaran kedua Superliga Februari mendatang, wasit dapat menghentikan pertandingan bila merasa ada kata-kata atau tindakan rasisme secara massal dalam partai yang dipimpinnya. “Kita tidak ingin membangun sepakbola dalam spirit rasis,” tegas Joko.

Dalam sesi tanya-jawab, saya mengacungkan tangan, menanyakan, apakah bisa di-breakdown definisi rasisme yang dapat membuat perangkat pertandingan serta-merta memutuskan sebuah laga tidak dilanjutkan? ”Apakah ejekan kepada pemain berkulit hitam saja, atau juga termasuk nyanyian cemooh bagi kelompok supporter lain?” tanya saya memohon penjelasan. Joko tidak menjawab detail. Ia memaparkan, ”Prinsip SARA dalam Pedoman Fair Play dan Kode Disiplin adalah upaya yang sifanya menghasut kebencian kepada orang lain. Baik sifatnya tindakan, ucapan, atau apapun,” katanya.

Joko berkilah, secara spesifik aturan untuk menghentikan pertandingan ada di laws of the game. Katanya, instruksi ini bukan untuk pengawas pertandingan atau panpel, tapi hanya wasit pihak satu-satunya yang bisa menghentikan pertandingan. ”Begitu ada teriakan atau lagu-lagu bernada rasis, wasit harus menghentikan pertandingan,” urai Joko.

Joko berterus-terang, pihaknya mengaku gagal dalam mendefinisikan prinsip-prinsip SARA yang dinilai universal dalam kaidah tutur-kata Indonesia. ”Kami ingin belajar dari orang Surabaya bahwa jancuk itu adalah hal yang lumrah, sebagaimana kata anjing bagi orang Medan. Tapi kami sepakat, bahwa kata Dibunuh Saja bukan hal lumrah dan merupakan perkataan rasis,” kata pria asal Ngawi itu.

Isu rasisme mencuat dalam sepakbola Indonesia terutama berupa ejekan terhadap pemain berkulit hitam dan olok-olok terhadap pendukung klub lain. Awalnya adalah Aremania, yang memang dikenal kreatif dan lagu-lagunya banyak dijiplak supporter lain, memperkenalkan syair untuk menjatuhkan mental tim lawan. Misalkan Arema bertanding melawan Persiba, maka para pendukung itu lantang bernyanyi dengan ending, ”Arema.. Arema.. Singo Edan.. Singo Edan aremania.. sekarang arema menang.. persiba ... dibunuh saja.

Pada putaran pertama Superliga lalu, Arema bahkan mendapat hukuman sekali pertandingan tanpa penonton dan denda Rp 50 juta akibat ulah segelintir oknumnya yang mengejek pemain Persipura sebagai ”monyet jelek”. Akibat teriakan itu, pemain Persipura marah-marah dan merusak kamar ganti Stadion Kanjuruhan, markas tim ”Singo Edan” itu. Di kalangan Aremania, hukuman dari PSSI dinilai tidak adil karena tidak ada bukti yang menyatakan ada teriakan rasis, setidaknya bukti ejekan itu dilakukan secara masif.

Aremania sendiri menganggap, ulah pemain Persipura merusak perabotan di dressing room (belakangan Persipura juga didenda Rp 10 juta atas aksi vandalisme ini) hanya mencari kambing hitam atas kekalahan 1-2 yang mereka derita. Perilaku tidak terpuji bukan hanya dilakukan Aremania. Lagu-lagu ”Dibunuh Saja” diplagiat hampir semua kelompok supporter Indonesia. Adapun lagu ”Bonek Jancuk Dibunuh Saja” kemudian diubah oleh supporter Persebaya menjadi ”Arema Jancuk.. dan lain-lain”.

Sementara itu, seperti diputar di film Romeo dan Juliet karya Andi Bachtiar Jusuf, kebersamaan supporter daerah melawan klub ibukota terdengar jelas dalam lirik lagu, ”Viking dan Bonek sama saja.. asal jangan The Jak.. The Jak itu Anjing..” Kubu Jakmania tak mau kalah. Mereka kerap mengumandangkan lagu ”Aku punya anjing kecil...kuberi nama Viking..” sebagai pelecehan atas pendukung Persib, musuh turun-temurun Persija.

Lima tahun silam, saya yang berada di sisi lapangan Stadion Surajaya Lamongan mendengar teriakan dari pendukung Persela menirukan suara gonggongan anjing. Tak sulit menebak, ledekan itu dialamatkan ke pelatih Persebaya, Jacksen Ferreira Tiago, yang berkulit gelap dan mengenakan kalung emas di lehernya. Tak ada sanksi dari PSSI saat itu. Jacksen sendiri, seusai pertandingan mengelak menjadi korban rasisme, ”Saya tidak memperhatikan mereka, saya konsentrasi ke pertandingan,” kilahnya.

Kini, Badan Liga Indonesia sudah menegaskan aturan resmi, bahwa wasit bisa menghentikan pertandingan atas alasan rasisme secara masif. Akankah langkah tegas ini dapat berwujud nyata? Atau hanya menjadi macan kertas belaka? Akankah peringatan dari Badan Liga ini kemudian membuat supporter sepakbola Indonesia menjadi dewasa dalam menyikapi perbedaan dan menghindarkan diri dari cemoohan tak bermutu?

Rabu, 06 Januari 2010

PSSI, Lihat Mimpi Mereka…

Jojo Raharjo

Matahari hampir tenggelam di barat Jakarta. Di tengah lalu-lalang manusia di kawasan Pasar Tanah Abang, seorang ayah mempercepat langkahnya. Kostum tim nasional Indonesia berwarna hijau, lengkap dengan syal merah putih terlilit di leher. Di dadanya tergendong anak laki-laki berusia 3,5 tahun.

Mereka melangkahi beberapa pedagang kaki lima sebelum melompat ke dalam bis Koantas Bima jurusan Tanah Abang-Lebak Bulus, yang rutenya melewati Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, tempat pertandingan lanjutan kualifikasi Grup B Piala Asia, Rabu (6/1).

Erang, begitu nama bapak itu, mengaku pekerja di sebuah perkantoran kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. “Sebenarnya tadi belum waktunya pulang kerja, tapi saya nekat kabur. Sudah lama saya rencanakan nonton Indonesia main lawan Oman bareng anak saya,” kata Erang. Dari rumahnya di kawasan Harmoni, mereka naik angkot ke arah Tenabang, sebelum berpindah ke Koantas Bima bertarif Rp 2.000,- per orang itu.

“Ini kali pertama Malone saya ajak nonton bola di Senayan,” kata Erang yang memang hampir tak pernah melewatkan kesempatan menyaksikan langsung tim nasional bertanding. “Kalau cuma pertandingan liga, saya tidak suka,” tambahnya.

Iya, nama anak itu, Malone, terinspirasi dari bintang NBA. Karl Anthony Malone, forward legendaris Utah Jazz dan LA Lakers. Duduknya kadang terguncang di pangkuan ayahnya, di atas bis yang membelah Petamburan, Slipi hingga Senayan, Mungkin ia terus membayangkan, seperti apa Stadion Utama yang berdiri 48 tahun lalu itu.

Sampai mereka turun di pintu seberang Taman Ria, memburu tiket pertandingan yang belum terpegang tangan. “Kalau masih ada tiket murah, mau beli yang Rp 20 ribuan saja,” teriak Erang. Hari itu, Panpel PSSI mendistribusikan 46 ribu tiket dalam tiga nominal. Kelas VIP Rp 100 ribu, Kelas Utama dan Kelas I Rp 50 ribu, serta Kelas II Rp 20 ribu.

Pemandangan lain tergelar di pintu masuk stadion dari sisi Patung Panah, Jl. Asia Afrika. Hendro, kenek Kopaja 66 Jurusan Manggarai-Blok M memboyong dua anaknya untuk mendukung tim Garuda. Yang sulung bernama Beckham Arvian Putra, 10 tahun, bersama adiknya Ari Arvian Ferguson, 6 tahun. Keduanya dilengkapi slayer merah putih bertulis “Indonesia”. Bapak dan anak itu tinggal di gang kecil kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan.

“Ini kesempatan pertama mereka nonton tim nasional. Sebelumnya, saya pernah mengajak anak ke Senayan mendukung Persebaya saat melawan Persija,” kata perantau asal Karangpilang, Surabaya ini.

Malone, Beckham, dan Arvi, Anak-anak itu mengecap pengalaman bersejarah mendukung tim merah putih di Senayan. Tentu, pengalaman pertama akan berkesan dalam diri mereka. Namun, apa yang terjadi? Di lapangan, Charis Yulianto dan kawan-kawan seperti diajari cara bermain bola dalam setengah lapangan oleh anak anak teluk asuhan Claude Le Roy. Pertandingan bubar dengan skor 1-2 untuk Oman.

Dan, kali pertama sejak 1996, Indonesia bakal absen di Putaran Final Piala Asia di Qatar tahun depan. Ada hiburan dalam pertandingan itu saat Hery Mulyadi, seorang penonton asal Cikarang, nekat turun ke lapangan dan merebut bola untuk menjebol gawang Ali Al Habsi, kiper Oman yang berlaga di klub Liga Inggris, Bolton Wanderers.

Bulan kian memeluk Jakarta. Para penonton pulang sebagai pihak tertakluk. Malam itu, Malone, Beckham, dan Arvi pun menutup hari bersejarahnya dengan mimpi. Mimpi sebagai negara pecundang.