Minggu, 20 Februari 2011

Supporter Indonesia, Bersatulah!

PSSI menodai noda fair play, sebuah slogan yang selalu dikampanyekan dalam bendera FIFA setiap pertandingan akan berlangsung.

Apa lagi yang harus dikatakan saat Ketua Komite Pemilihan Syarif Bastaman menggelar konferensi pers hasil verifikasi kandidat Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Executive PSSI yang akan dipilih dalam Kongres PSSI 26 Maret mendatang?

Dari 4 calon Ketua Umum, Syarif Bastaman menyatakan hanya Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie yang layak lolos verifikasi, sementara Arifin Panigoro dan George Toisutta –yang dilambangkan sebagai simbol perlawanan terhadap status quo PSSI- dinyatakan tidak lolos pencalonan tanpa alasan jelas.

Pun kedua nama itu tak lolos sebagai kandidat Wakil Ketua Umum saat Syarif mengumumkan hasil kerja timnya di kantor PSSI, kompleks Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (19/2/2011) pukul 17.40 WIB.

Gagal lolosnya Arifin dan George sontak menimbulkan perlawanan. Dunia maya, twitter dan facebook, pun mengeluarkan makian terhadap kroni Nurdin yang dinilai menghalalkan cara demi mencapai kursi kepemimpinan seri ketiganya.

Skenario lain: Nurdin dianggap tidak berani tampil fair dalam duel head to head dua lawan dua (Nurdin bersama Nirwan melawan Arifin dan George) saat penghitungan suara Kongres Bali bulan depan. Maklum, kuat dugaan pasangan Arifin dan George mendapat dukungan dari KONI, Partai Demokrat, Menteri Pemuda dan Olahraga, serta bahkan Presiden sendiri.

Selama ini, pasal yang dinilai mengganjal George dan Arifin yakni keharusan minimal 5 tahun aktif di sepakbola nasional. Padahal, George ngotot selalu menjadi Pembina PSAD selama karir militernya. Sementara itu, Arifin tak asing dikenal sebagai penggagas Liga Medco, sebuah ajang pembinaan sepakbola dini mencari atlet bola berbakat.

Adapun Nurdin, santer diberitakan bakal terganjal karena tindak kriminal yang pernah dibuatnya. Namun, PSSI memelintir Statuta FIFA Dalam statuta fifa yang aslinya terulis "The members of the Executive Committee... must not have been previously found guilty of a criminal offence".

Namun di Statuta milik PSSI isinya berubah menjadi "Anggota Komite Eksekutif... harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal pada saat kongres serta berdomisili di wilayah Indonesia."

Syarif Bastaman, anggota DPR yang juga Ketua Badan Bantuan Hukum dan Advokasi DPP PDI Perjuangan menilai, dengan telah menjalani masa hukuman maka Nurdin kembali mendapat rehabilitasi dan hak sipilnya sama dengan orang biasa.

Okelah, Nurdin tetap bisa masuk sebagai kandidat ketua umum (lagi) dalam kongres mendatang, tapi mengapa harus menggugurkan dua pesaing kuatnya? Bukankah itu sikap licik tak mau bertarung secara fair play, sebuah slogan yang selalu dikampanyekan dalam bendera FIFA setiap pertandingan akan berlangsung?

Minggu dinihari, untuk sebuah tugas liputan, saya menulis catatan ini dari sebuah kamar hotel di Makassar. Inilah kampung tempat Nurdin Halid dibesarkan, yang saat ini tak sesolid dulu untuk mati-matian membela slogan sang puang, “Sekali Layar Terkembang, Surut Kita Berpantang”.

Cinta Makassar pada Nurdin bukanlah cinta buta. Mereka cukup sehat untuk tahu mana yang baik dan mana yang keji. Buktinya, PSM Makassar –ikon sepakbola Sulawesi yang dulu pernah dimanajeri Nurdin dan Kadir Halid- memutuskan keluar dari Liga Super ala PSSI dan pindah ke Liga Primer Indonesia bentukan Panigoro cs.

Karena “pengkhianatan” itu, PSSI pun mencoret keanggotaan PSM dan tak lagi punya hak suara dalam kongres nanti.

Malam ini, sebuah pesan masuk dalam inbox grup Facebook saya, “Mari kawan-kawan pecinta sepakbola nasional, suarakan tuntutan kita besok pagi. Mlm ini Ijin demonstrasi sudah turun dari Polda Metro Jaya.

Kumpul di Bundaran HI Jakarta pusat Minggu pagi 20 Feb 2011 Pukul 10.00Wib dress code Baju Timnas/atribut Klub kesayangan. Mohon sampaikan undangan ini melalui media dunia maya, tema aksi damai kita besok adalah "STOP SANDIWARA PSSI!!"

Membayangkan segala akal jahat dan kuatnya perjuangan insan sepakbola Indonesia, segera terngiang-ngiang teriakan penyair Wiji Thukul,

“Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!

Makassar, 20 Februari 2011